W.a.k.t.u
Tilinili
13.09
0 Comments
Sesuatu yang sakral itu bernama waktu. Ia terus melaju, seiring bumi yang terus berrotasi, lalu kemudian kita namakan ‘hari’. Seiring bumi yang terus berrevolusi, lalu kemudian kita namakan ‘tahun’. Ketika sebuah bilangan tahun kita kerucutkan menjadi jam, menit, detik, mungkin terasa begitu sekejap saja. Sekejap yang terlalu berharga. Karena satu detik berlalu dengan sia-sia, berarti hilang sudah satu kesempatan yang kita punya. Kesempatan yang akan membentuk siapa diri kita selanjutnya, kesempatan yang akan mengubah siapa diri kita setelahnya.
Ada sebuah kata bijak tentang pemaknaan waktu
yang layak untuk dijadikan renungan.
“Untuk memahami makna
SATU TAHUN, tanyalah pada siswa yang tidak naik kelas. Untuk memahami makna SATU BULAN, tanyalah pada ibu yang
melahirkan bayi premature. Untuk memahami makna SATU
MINGGU, tanyalah pada editor majalah mingguan. Untuk
memahami makna SATU HARI, tanyalah pada pekerja dengan gaji harian. Untuk memahami makna SATU JAM, tanyalah pada gadis yang sedang
menunggu kekasihnya. Untuk memahami makna SATU
MENIT, tanyalah pada seseorang yang ketinggalan kereta. Untuk memahami makna SATU DETIK, tanyalah pada seseorang yang
selamat dari kecelakaan. Untuk memahami makna SATU
MILI DETIK, tanyalah pada pelari peraih medali perak Olimpiade”
Islam, sebagai agama yang sempurna dalam
mengatur kehidupan manusia telah mengingatkan untuk berhati-hati terhadap waktu.
Supaya kita tidak menggunakannya dengan sesuatu yang buruk, sia-sia, ataupun
tidak bermanfaat. Sebagaimana nasehat Rasulullah melalui sabdanya,
“Ada dua kenikmatan yang banyak manusia tertipu, yaitu nikmat sehat dan
waktu senggang”. (HR. Bukhori)
Juga firman Allah,
“Demi waku. Sesungguhnya
manusia dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, dan mengerjakan amal
sholih, dan saling menasehati dalam kebenaran dan kesabaran”. (Q.S Al ‘Ashr)
Yaa. Hidup dalam perputaran waktu. Selalu ada
masa, realita yang berjarak dengan idealita. Malu. Tatkala mengingati usia yang
hampir melewati masa kritis remaja akhir dan beralih menuju kehidupan dewasa
ini. Apa yang sudah dicapai? Sampai mana ilmu yang digali? Seberapa besar
keberadaan ini member kontribusi? . Memang belum apa-apa. Namun, selalu ada
juga masa, yang memberi ruang untuk belajar dari pengalaman, dan kemudian tidak
jatuh pada lubang hingga berulang. Selalulah menjaga waktu, teraturlah dalam
urusan. Mumpung masih muda, Mumpung masih sehat, Mumpung masih berkecukupan, Mumpung
masih banyak waktu luang, dan Mumpung masih hidup. Semoga tercapai ideal versi kita,
dan sesuai dengan ideal versi sesungguhnya (read : takdir).
Dalam sebuah analogi wadah; batu, kerikil, dan
pasir. Pastikan tidak salah kapan harus menempatkan ketiga benda itu kedalam
wadah. Ingat baik-baik, tujuan dan cita-cita hidup. Rumuskan dengan banyak cara
untuk meraihnya. Kemudian, lakukanlah dengan bertahap, dan konsisten dengan
sebuah proses. Namun perlu diingat, cita dunia itu hanyalah semu. Sungguh, yang
abadi adalah menempatkan cita akhirat di atas segalanya. Juga perlu diingat,
untuk mudah dalam urusan dunia, maka perbaiki terlebih dahulu urusan akhirat.
***
“Jadikanlah sabar dan
shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat
kecuali bagi orang-orang yang khusyu’ (yaitu) orang-orang yang meyakini bahwa
mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka akan kembali kepadaNya”. (Al Baqarah : 45 – 46)
Nb. Karena shalat adalah parameternya. Jadi, untuk siapa saja
yang merasa waktunya begitu kurang, atau merasa aktivitas yang menumpuk tidak
pernah selesai, atau kesulitan-kesulitan masih menghampiri sementara segalanya
sudah terencana dengan matang, sejenak toleh kembali perkara yang bisa jadi
kita anggap remeh, namun sejatinya pokok segala urusan, SHALAT. Sudahkah kita
menjaga shalat? Untuk tepat waktu, untuk berjama’ah, untuk diiringi dengan
qabliyah / ba’diyah, untuk diakhiri dengan dzikir dan do’a, untuk
khusyu’,untuk…
Semoga kita tak berputus asa untuk selalu belajar istiqomah
menjaga shalat. Semoga Allah senantiasa memudahkan segala urusan, dan menjaga
waktu kita dari perkara yang sia-sia. Aamiin
Saudariku, saling mendoakan yaa…
(Sedang menampar diri sendiri yang lemah ini. Rupanya, harus keras
dan berkali-kali)