Follow Us @whanifalkirom

Senin, 29 Desember 2014

Surat Cinta Untuk Saudariku

04.39 0 Comments
Yogyakarta, Ruang Cinta,
27 Desember 2014, dini hari

Teruntuk saudariku, sahabatku
Husnul Khotimah Alfitry
Saudariku,
Aku yakin, sungguh tidak ada kebetulan yang terjadi di dunia ini. Bahkan sebuah kebetulan kecil yang sangat kebetulanpun, Allah simpankan hikmah bagi sesiapa mereka yang mampu menjalaninya dengan segenap syukur dan pemahaman. Apa yang kita lalui, siapa mereka yang kita temui, dan bagaimana terjalnya hari yang kita lewati, ialah menjadi bagian tarbiyah Allah kepada kita, manusia-manusia yang hanya sanggup merunduk dalam doa-doa khusyuk padaNya..

Saudariku,
Adalah sebuah pertemuan yang Allah skenariokan begitu indah. Hari dimana kau tersenyum, menegurku dengan sapaan lembutmu. Hari dimana engkau pertamakalinya mengucapkan salam di depan kamarku, dengan begitu anggun mengenakan gamis birumu. Hari dimana kita mengelilingi sudut pusat perbelanjaan kota Jogja, Yang orang pasti mengenal namanya, Malioboro, untuk mencari selembar kerudung putih untukmu. Hari dimana kita berdua, salah mengetuk ruang kuliah, dan kemudian berbalik dengan wajah-wajah malu nan lugu. Iya. Awal-awal perjumpaan kita. Masihkah kau mengingatnya?

Saudariku,
Adalah sebuah rencana yang Allah hadirkan begitu istimewa. Dalam banyak kesempatan, Ia berikan ruang untuk kita tapaki bersama memperjuangkan agamaNya. Mempersatukan kita dalam lingkaran cinta yang tiada akhir penjagaan ukhuwahnya hingga kelak kekal di surgaNya (Aamiin). Bersama menyelaraskan kewajiban, duduk melingkar sore hari di taman, bincang-bincang singkat untuk serangkaian agenda dakwah di fakultas kecil kita tercinta. Bersama memadupadankan seluruh ide-ide cemerlang bersamaan dengan motivasi cintamu yang menggerakkan hati-hati untuk berpaut dalam semangat ketaatan. Dakwah adalah cinta, dan cinta akan memintamu segalanya. Ah, aku hanya tertunduk malu, sungguh perjuanganku tak berbanding dengan perjuanganmu,..

Saudariku,
Adalah sebuah garis takdir yang Allah berikan begitu sempurna. Ada saat dimana aku mengingat perjalanan cintamu dengan senyum penuh haru. Betapa Allah menyayangimu, menempa rasa dalam episode-episode untuk kau ambil pelajaran di setiap prosesnya. Sedari cinta semu bak remaja yang dirundung setangkup rindu hingga cinta semu yang engkaupun mulai meragu. Pada akhirnya, cinta itu, engkau sendiri mungkin tak kuasa memberikan definisinya. Karena hidup adalah cinta, dariNya, karenaNya, untukNya…  Ada pula saat dimana aku mengingat kebersamaan kita dengan senyum rindu. Tentang pemberian nama-nama anak kita kelak. “Azzam Izzul Haq”. “Azzam Mujahid Izzul Haq”. Tentang Farhat, adikmu, calon mujahid tangguh itu. Tentang kakak-kakak teladan kita. Tentang, bangun dari mimpi-mimpi dan sekaranglah, kita benar-benar memulai hidup kembali…. Ah, Ada begitu banyak kenangan antara kita yang kusimpan dengan rapi..

Saudariku,
Dan saat ini, setelah empat tahun lebih aku mengenalmu,  sungguh aku menghela, tersenyum syukur dan begitu bahagia. Pada akhirnya, Allah menjawab doa-doa dalam penantian panjangmu. Allah pertemukan dengan sahabat dakwahmu, yang akan meniti jalan bersama sebagai pejuang agamaNya.
Barakallahulaka Wa Baraka ‘Alayka Wa jama’a baynakuma fi khoir….
Semoga Allah limpahkan keberkahan dan kebaikan dalam rumah tangga kalian :) Keluarga yang menjadi inspirasi dan dipenuhi cahaya Qur’an :) Keluarga yang penuh dengan kebermanfaatan :) Lahirkan jundi-jundi sholih-sholihah yang menjadi penyejuk mata orangtuanya.. Lahirkan mujahid-mujahidah yang tegak di barisan depan dalam mempertahakan kebenaran.. Aamiin Yaa Robbal ‘Alamin….
Dariku, yang banyak belajar darimu, Wahyu Hanif Al Kirom

Kamis, 04 Desember 2014

Ada banyak seharusnya......

21.18 2 Comments
Ada banyak hal yang seharusnya aku tahu, namun aku sama sekali masih buta
Ada banyak liku yang seharusnya sudah kulewati, namun aku masih diam di tempat
Ada banyak makna yang seharusnya kumengerti, namun aku bahkan terlampau jauh dari kata mengenali
Ada banyak cerita yang seharusnya bisa kurangkai, namun beberapa saja terasa susah untuk dipadupadankan
Ada banyak hal yang seharusnya sudah mampu kuberi, namun apalah daya kini masih pandai meminta

#Berasa pipi ditampar kiri-kanan# Karena waktu tak pernah berhenti barang sejenak, bersegeralah……

Selasa, 02 Desember 2014

Hidup Itu....#2

21.48 0 Comments
#Hidup Itu, terkadang memaksa membuka mata pada beratnya yang masih memejam.  Itulah mengapa, (lagi-lagi) kita mesti belajar istiqomah meskipun susah pada mula.

#Hidup itu, terkadang keengganan menjawab pertanyaan singkat, yang berderet kelanjutannya. Itulah mengapa, kita mesti belajar untuk tak banyak mencampuri kepentingan orang lain bilamana kita tak berikan manfaat apapun.

#Hidup itu, terkadang satu kalimat nasehat menyakitkan, yang tak diharap ulangnya. Itulah mengapa, kita mesti belajar meminta maaf, memilah kata dan menyelaraskan ekspresi sebelum bertuah.

#Hidup itu, terkadang tentang keharuan atas kemurahhatian seseorang, bantuan besar tetapi masih berucap “Karena aku tak bisa bantu apa-apa”. Itulah mengapa, kita mesti bersyukur, teruslah bermurah hati, dan membahagiakan orang lain

#Hidup itu, terkadang menunggu. Iya menunggu. Itulah mengapa, kita mesti bersabar

#Hidup itu, terkadang menahan keengganan yang sulit terucap. Memutuskan antara dua hal yang sama-sama kurang baik. Itulah mengapa, kita mesti belajar memilih, menyampaikan alasan dengan baik, bebarengan dengan keilmuan akhlaq yang mengakar.

#Hidup itu, tentang terimakasih atas pemberian istimewa yang tak disangka. Itulah mengapa, kita mesti belajar optimis, meyakini pemberian Allah Yang Maha Kaya.


#Hidup itu, terkadang menspontankan sesuatu yang diragu, memeriksa hati untuk lebih lurus pada niat. Itulah mengapa, kita mesti terus meredam hati, agar nafsu tetap terkendali.

Senin, 01 Desember 2014

Hidup Itu....#1

21.18 0 Comments

#Hidup itu, soal NIAT, mutlak karenaNya. Soal kesungguhan dalam menjalani peran. Soal kesungguhan dalam memberi kebermanfaatan.

#Hidup itu, terkadang menumbuhkan penasaran orang kenapa kita tiba-tiba berbuat baik. Iya, itulah mengapa kita mesti belajar untuk istiqomah. Menghargai kebaikan sekecil apapun. Mengingat kebaikan orang lain, dan melupakan kesalahan orang lain.

#Hidup itu, terkadang rasa was-was, ada kesalahan sikap kita pada mereka yang layak untuk lebih dihormati. Itulah mengapa kita mesti belajar lebih santun dan menjaga etika. Memaafkan orang lain, memberi jawaban terbaik pada mereka yang menyapa kita, apapun tujuannya.

#Hidup itu, terkadang soal sebuah jawaban yang tak terduga yang membuatmu berpikir untuk berbuat apa selanjutnya. Itulah mengapa, pegang teguh prinsip kejujuran dan usaha terbaik adalah jalan satu-satunya

#Hidup itu, terkadang penemuan sebuah realita yang tak sesuai pinta. Itulah mengapa, ikhlas-sabar-dan mencoba (lagi) yang mesti terus berulang hingga menjadi wujud nyata.

#Hidup itu, sesekali tentang menembus rerintik hujan, berjalan berulang pada tapak yang sama, bersanding dengan berpuluh pasang mata yang tak dikenalinya. Itulah mengapa kita mesti belajar membiasa, berpeluh untuk sebuah karya.

#Hidup itu, terkadang menyiapkan telinga untuk mendengar sesuatu yang tak ingin kau dengar. Itulah mengapa, kita mesti memberi alarm pada hati untuk tetap terbentengi. Jauhkan segala dendam sakit hati, pun buruk sangka pada yang mengucapnya.

#Hidup itu, terkadang sebuah adegan ‘lucu’ yang layak kau sunggingkan sesimpul senyum. Semisal mencari seseorang dalam ramainya jalanan, menelisik diantara mobil-mobil, berkejaran dengan waktu yang cepat melaju, dan tiba-tiba, ia di sampingmu. Itulah mengapa, kita mesti bersyukur bahwa sepersekian detik waktu, Allah tetap menolongmu.

#Hidup itu, terkadang sebuah pertemuan singkat yang memberimu semangat dan nasehat. Itulah mengapa, kau mesti menjaga teman-teman terbaikmu, untuk saling menjadi penolong di akhirat.

#Hidup itu, terkadang diam terpaku, dengan berbagai hal yang ingin disampaikan tetapi lidah pun terasa begitu kelu. Salah tingkah, bahkan salah ekspresi. Itulah mengapa, kita mesti belajar berkomunikasi yang baik, berbicaralah…

#Hidup itu, tentang berterimakasih, padaNya atas nikmat yang tak terhitung banyaknya. Dan pada mereka yang menebar benih-benih kebaikan padamu…
Hidup  Itu..

(1 Des 2014)

Jumat, 28 November 2014

POSITIVE PARENTING # 1 # Dasar-Dasar Positive Parenting

03.49 0 Comments


Judul Buku      : Positive Parenting
Pengarang        : Mohammad Fauzil Adhim
Penerbit           : Mizania
Tahun Terbit    : Cetakan 1, Oktober 2010
Tempat Terbit  : Bandung
Tebal Buku      : 265 Halaman




Dan Tuhanmu agungkanlah!
Rasulullah saw berpesan pada hari - hari terakhir jelang kematiannya “…..Sesungguhnya, kaum mukmin itu bersaudara. Tidak boleh ditumpahkan darahnya. Tuhan kalian satu. Bapak kalian semuanya Adam dan Adam dari tanah. Sesungguhnya, yang paling mulia di sisi Allah ialah yang paling takwa. Tidak ada kelebihan orang Arab di atas orang asing kecuali karena takwanya”.
Sampaikanlah pesan Rasulullah itu kepada anak-anak kita, niscaya ia akan tumbuh dengan percaya diri, jiwa yang besar, konsep diri yang baik, pikiran yang terbuka, serta dada yang lapang. Sebab, ia memahami bahwa pembeda manusia hanyalah takwanya. Sehingga, akan ada ikatan kasih sayang dan cinta diantara mereka, yang landasannya adalah iman. Sekali lagi, sampaikan pesan Rasulullah, dan siapkan generasi - generasi yang meninggikan kalimat Allah, bukan meninggikan diri dengan kalimat Allah.

Semoga Doa-Doa Mereka Membumbung Tinggi
            Hanya tiga hal yang dapat seseorang harapkan setelah kematiannya, Ilmu yang bermanfaat, amal jariyah, dan anak-anak shaleh yang mendoakan. Iya, perdengarkanlah mereka pengharapanmu kepada Allah, sehingga mereka dapat merasakan bahwa hanya kepada Allahlah kita meminta. Didiklah mereka untuk menjadi shalih-shalihah, karena doa yang terlantun, harus dibersamai dengan keshalihan. Jika itu dunia yang melatari sebuah doa, pastikan sertakan niat karena Allah didalamnya.

Membangkitkan Semangat Anak
            Orang – orang besar tidak dilahirkan. Mereka ditempa, diukir, dan dipersiapkan oleh pendidikan yang baik. Ajaklah anak untuk melihat sebuah kekuatan besar dibalik sebuah kelemahan. Berilah mereka cerita yang menginspirasi, dengan sungguh-sungguh, dan dengan sepenuh hati sembari berharap turunnya hidayah untuk mereka.

Belajar Dari Masa Kecil
            Masa kecil, masa -yang seharusnya- seorang anak bersungguh-sungguh mencari ilmu, sekurangnya yang menjadi bekal dasar kehidupan mereka. Namun sayangnya, saat ini, ditengah semaraknya kemajuan teknologi, tradisi keilmuan justru hilang. Anak-anak disibukkan dengan televisi, dengan gadget, dan lain sebagainya. Ya, untuk para orang tua, jangan lewatkan masa emas anak begitu saja, tanpa belajar agama.

Pada Mulanya Adalah Membaca
            Awalnya, adalah membaca. Anak-anak akan mempunyai ketrampilan, kemampuan, dan ketajaman mencerna isi bacaan. Kemampuan berpikir mereka lebih matang dan tertata. Mereka juga akan mengembangkan kemampuan menimbang dan menilai apa yang mereka serap dengan lebih baik. Untuk itulah, kegemaran membaca pastikan iringi dengan penanaman nilai yang baik pada mereka. Yuk, biasakan anak-anak membaca, bacaan yang bergizi..

50 Tahun Mendatang Anak Kita…
Semoga, mereka sudah tersebar di seluruh dunia. Mereka gigih merebut dunia bukan karena gila harta, melainkan karena mereka ingin menjadikan setiap detik kehidupannya untuk menolong agama Allah. Mereka gigih bekerja, dengan harap setiap tetes keringatnya menjadi pembuka jalan ke surga.  Tetapi, ingatlah, 50 tahun mendatang anak kita, hari inilah menentukannya !!

Matinya Perjuangan
            Agar perjuangan tidak mati, atau terhenti justru oleh anak-anak kita sendiri, didiklah mereka sesuai dengan perubahan zaman namun tidak melupakan prinsip.

Ajarkan Jihad Sejak Dini
Tanamkanlah kepada mereka pemahaman tentang jhad secara utuh, bukan tentang jihad yang benar atau jihad yang salah. Mengajarkan jihad berarti menumbuhkan kepada mereka harga diri dan kepercayaan diri sebagai orang yang beragama. Mereka belajar memiliki rasa tanggung jawab.

Merusak Tetapi Dicintai
            Televisi. Ada benarnya jika ada yang mengatakan bahwa televisi kini sudah menjadi “The First God (Tuhan Pertama)”. Karena pada kenyataannya, meskipun televisi menimbulkan dampak yang sangat buruk untuk anak, para orangtua tak dapat lepas dari menatap layar kaca. Jadi, untuk orangtua, siapkanlah untuk mematikan televisi di rumah juga mematikan televisi di hati kita. Artinya, kurangi antusiasme untuk membicarakan acara-acara atau bintang-bintang di televise. Meskipun bukan hal yang buruk, sekali waktu menikmati tayangan televis yangbagus, bersama seluruh anggota keluarga.

Berseteru Karena Cemburu
            Rencanakankalah kelahiran anak dengan baik. Satu-Dua-Tiga-dst. Sudah pasti anak kita akan mempunyai seorang adik, dan kita akan lebih banyak waktu mengurusnya. Cermati sikap awal kita, jangan merasa seolah-olah kita direpoti oleh anak. Berilah mereka perhatian, ajarkan mandiri, libatkan dalam menjaga adik, supaya tidak ada kecemburuan diantara mereka.

Dua Anak Cukup!
            Dua anak cukup. Tiga anak lebih dari cukup. Empat anak? Baik. Lima anak, baik sekali. Enam ke atas, istimewa. Berapa kita memutuskan punya anak, periksalah niat kita! Jika, siap membesarkan banyak anak, insyaAllah mereka akan tumbuh sebagai manusia yang berjiwa besar, berkarakter kuat, dan memiliki mental yang kukuh. Tidak ada yang berat pun tidak ada yang repot. Selama niat dan persiapan kita tepat.
To be Continued….
***
            Tulisan di atas merupakan ulasan secara garis besar buku (121 hlm dari 265 hlm) berjudul Positive Parenting karya Fauzil Adhim. Seperti yang tertulis pada kolom komentar pembaca, saya sangat setuju bahwa buku ini menyajikan nilai-nilai islami yang sangat dalam, mengajak orangtua untuk memberikan hati dan cintanya kepada anak-anak mereka. Memberi kesadaran bahwa pondasi utama untuk mendidik anak adalah iman. Dimana hal itu diwujudkan pada mereka, anak-anak, yang selalu meninggikan kalimat Allah dalam setiap hal.
            Penggunaan kalimat yang mudah dipahami, dengan gaya sastra khas penulisnya, sangat baik untuk dijadikan salah satu sumber referensi dan pengetahuan orangtua dalam mengasuh anak. Meskipun menurut saya, dalam beberapa sub-tema kurang begitu sesuai dengan judulnya. Yuk, para orangtua, atau calon orangtua, siapkanlah bekal mendidik dan mengasuh anak, sebanyak-banyaknya…


Kamis, 27 November 2014

Terima Kasih

21.44 0 Comments
“Kita telah, sedang, dan akan menjalani takdir terbaik yang menjadi ketetapannya. Istiqomahlah. Semoga Allah selalu memudahkan urusan kita”.

#Sebuah pesan singkat, penutup keluhku sore tadi. Terima kasih Ibu Rachmy. Atas perhatian, pengertian, dan jawaban-jawaban yang membuatku ingin menitikkan air mata…

Sabtu, 22 November 2014

Kepada Putra-Putrimu... #2

04.25 0 Comments
#Menuntut ilmu adalah kewajiban sejak masih berada di dalam kandungan hingga liang lahat.

#Karena anak-anak belum bisa mencari ilmu sendiri, itulah menjadi kewajiban orangtua untuk memberikan informasi

#Yang harus selalu diperhatikan adalah AKHLAknya, karena anak akan tumbuh dewasa sesuai dengan kebiasaan yang disuguhkan oleh sang pendidik di masa kecil

#Pupuklah kebiasaan untuk menumbuhkembangkan rasa cinta kepada hal-hal yang baik, serta kemauan untuk merealisasikan dan mempraktekkannya

#Susah memang. Untuk itu, dalam membinanya sesuaikan dengan bakat-bakat / potensi yang terpendam, sehingga anak tidak terbebani.


#Beri dorongan dan semangat untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan bakatnya, selagi hal tersebut tidak bertentangan dengan syari’at agama.

#Tapi ingatlah, anak-anak tetaplah manusia yang punya naluri baik dan buruk. Orangtua yang cerdas akan mengambil sisi manfaat dari segi-segi negatif yang ada dalam diri anak tersebut.

#Ingatlah juga, anak-anak akan mendewasa sesuai dengan fase perkembangannya.

#Ribet ya? #Tidak Kok

#Pokoknya, ikuti saja Rasulullah., teladan terbaik kita, termasuk dalam hal memberikan pendidikan kepada putra-putri nya dalam rumah tangga.

#Rasulullah benar-benar memahami tuntutan dan kebutuhan yang ada pada diri seorang anak.

#Nah, yuk kenali, Apa saja kebutuhan mereka?
To Be Continued…



Kamis, 20 November 2014

Kepada Putra-Putrimu... #1

10.15 0 Comments
#Sebelum berbicara tentang bagaimana mendidik anak pada putra-putri kita, ada beberapa hal yang terlebih dahulu perlu dibicarakan.

#Adalah persiapan pernikahan, yang menjadi fondasi dalam berumah tangga.

#Tentang menjadi pribadi yang baik (juga sebagai calon suami/istri sekaligus orangtua yang baik).

#Tentang memilih pasangan yang shalih / shalihah, dari keturunan baik-baik, serta kuat agamanya.

#Karena anak, sangat dipengaruhi orangtuanya (seperti perlakuan, didikan juga prinsip yang diwariskannya-bahkan sejak sebelum ia dilahirkan).

#Adalah perlakuan orangtua (terlebih lagi ibu) terhadap anak yang ada dalam kandungannya

#Tentang menjaga kesehatan, menyeimbangkan gizi makanan, supaya janin di dalam perut tumbuh sehat.

#Tentang keikhlasan, kesabaran, dan kasih sayang yang diberikan pada janin selama mengandung

#Tentang doa-doa yang selalu dipanjatkan, pengenalan ibadah yang dibiasakan

#Adalah perlakuan orangtua terhadap anak yang baru saja dilahirkan

#Tentang pemberian nama yang baik, tentang pemberian kasih sayang yang tulus.

#Ya, anak lahir dalam keadaan fitrah, orangtualah yang mewarnainya :D

To Be Continued…




Kamis, 28 Agustus 2014

Ibu, Ajari Aku Untuk Memilih Pendamping Hidupku..

00.16 0 Comments
Suatu hari seorang anak laki-laki bertanya pada sang ibu. “Bu jika kelak anakmu ini akan menikah, istri seperti apa yang mesti kupilh?”. Sang ibu yang bijakpun menjawab, “Nak, calon istri yang baik adalah dia yang saat kau pandang hilang resahmu, saat kau bersamanya tentram hatimu, saat kau pamit menjemput rizki ia lambaikan tangan sambil mendoakanmu”. Sang ibupun bersenandung “mencipta rumahnya seindah syurga, menjaga akhlakny sebening mata, qana’ah selendangnya dalam rumahtangga, sejuk di qalbunya, tunduk pandangannya”. “Tapi Bu, aku kan belum tahu sifatnya. Bagaimana aku dapat mengenalnya?” Sang anak menyela. Sang ibupun menjawab “Nak, jika kau ingin melihat kasih sayangnya padamu, lihatlah bagaimana ia memuliakan ayah bundanya. Jika kau ingin tahu apakah ia kasih terhadap anak-anakmu kelak lihatlah perlakuannya terhadap adik-adiknya”. “Lalu, bagaimana jika aku ingin memilih istri secantik Aisyah secerdas Ana dan setulus Maryam seperti novel yang fenomenal itu?” Sambil tersipu sang  anak bertanya. “Kau harus memliki jiwa setegar Azzam juga berilmu sebijak Fahri”. Jawab sang ibu.
Sang anak termenung sejenak. Kemudian sang ibu menandaskan kembali. “Nak, jodohmu sudah ada di tanganNya. Jangan pernah khawatir. Khawatirlah jika kau belum bisa memperbaiki diri. Khawatirlah bila engkau belum pantas menjadi suami bagi pendampingmu. Khawatirlah jika ibadahmu hanya untuk dilihat olehnya. Nak, perbaiki akhlakmu maka kau kan dapatkan pujaan hatimu. Luruskan niatmu maka kau kan dapatkan bidadari dunia akhiratmu. Sempurnakan ikhtiarmu maka jodohmu kan mendekat padamu”. Pesan sang ibu.
Sang anakpun mulai mengerti. Ia balas sang ibu dengan sebuah syair yang beberapa hari ini ia hafal dan ia resapi maknanya. Apabila telah tiba masaku untuk mengakhiri masa lajangku dengan segenap kemampuan Allah berikan, insyaAllah janjiku segera kutunaikan. Tapi, bila kuraba dalam hati dalam serumpun pertanyaan silih berganti adalah semua kulakukan terlalu dini. Bergedup jantung di dada kendalikan diri. Namun pernikahan begitu indah kudengar membuat kuingin segera melaksanakan. Namun bila kumelihat aral melintang, hatiku selalu maju mundur dibuatnya. Akhirnya aku segera tersadar hanya pada kepada Allahlah tempatku bersandar yang akan menguatkan hati yang terkapar. InsyaAllah azzamku kan terwujud lancar. Sang ibupun tersenyum dan mendoakan putranya.
Kisah ini ini ditulis Setia Furqon Kholid dalam bukunya Jangan Jatuh Cinta Tapi Bangun Cinta.

Jumat, 30 Mei 2014

Bekal Kehidupan Seorang Muslim (Empat Hadits)

05.46 0 Comments
Empat hadits inti yang cukup menjadi bekal kehidupan seorang muslim :
Hadits Pertama, Innamal a'mal bin-niyah. Bahwa segala tindakan, segala ekspresi dan apresiasi, tergantung kepada niat. Yakni jika niatnya baik, maka dihitung baik, dan begitu sebaliknya. Atau jika tidak ada niat maka lewat begitu saja.
Hadits Kedua, min husni Islamil mar'i tarkuhu maa laa ya'nih. Bahwa jika kita ingin kualitas keislaman kita bagus, jadi muslim yang baik, maka tinggalkan segala hal yang tidak perlu dan tidak penting. Kerjakan lebih dulu yang menjadi prioritas. Sebab terus terang kita masih cukup banyak mengurusi hal-hal tak penting.
Hadits Ketiga, laa yu'minu ahadukum hatta yuhibba li akhihi maa yuhibbu li nafsih. Bahwa seseorang imannya belum mencapai kesempurnaan jika belum bisa gembira saat melihat saudaranya sesama muslim meraih kesuksesan. Maksudnya, kalau kita sukses, kita juga mesti seneng saat melihat yang lain juga sukses. Atau bahagia saat orang lain sesukses kita. Maka kualitas pribadi muslim yang masih suka melakukan hal-hal tak penting atau kerap iri, mulai sekarang harus kita ubah pelan-pelan.
Hadits Keempat, al-halal bayyin, wal harom bayyin. Segala hal yang halal itu sudah jelas, yang diharamkan agama juga sudah jelas. Namun kenyataannya tak sedikit di antara kita masih membingungkan hal-hal yang sudah jelas halalnya/haramnya. Malah menerjang yang diharamkan.
Andai kata seseorang tidak belajar hadits apapun tapi cukup empat tadi secara mendalam dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari maka sudah cukup baginya untuk menempuh kehidupan ini dengan baik. Juga sangat cukup buat keislaman dirinya. (Copast dari http://alawyaly.blogspot.com/2014/01/empat-hadits-inti-dalam-syariat-kita.html)
***
Berbicara tentang hadits, sungguh aku tak punya ilmu apa-apa tentangnya :(. Semoga catatan di atas menjadi sebuah pelecut untuk kita belajar lebih banyak, untuk kita jadikan pemicu supaya menjadi seorang muslim yang baik. Aamiin.

Senin, 26 Mei 2014

Skripsi = Harapan

20.10 1 Comments

Seseorang yang luar biasa, sebut saja namanya A. Kenapa luar biasa? Beliau diberikan anugerah lain olehNya. Kondisi fisik yang berbeda, lain daripada orang normal kebanyakan. Kakinya, diharuskan menggunakan penopang agar bisa berjalan, menggunakan bantuan kursi roda atau ada seseorang yang memapah menuntun langkah. Hebatnya, kini beliau duduk di bangku kuliah Universitas yang sama denganku, juga menginjak semester VIII.
Hari ini, beliau bertemu dengan dosen pembimbing skripsinya untuk menyelesaikan kewajiban sebagai seorang mahasiswi  tingkat akhir. Dosen mempersilakan, sembari berkata : “A, niatkan tugas akhir ini untuk ibadah karena Allah. Skripsi bukan sekedar tugas semata, tetapi harapan orangtua. Ridho Allah ridho orangtua kan? Melihat anak wisuda, itulah salah satu kebanggaan terbesar mereka. Kalau orang lain udah selesai, udah mau wisuda, itu biasa saja. Tapi kalau itu A, ini baru luar biasa. Jadi, yang semangat ya.”

A mengangguk sambil menitikkan air mata. Seseorang dari balik pintu, yang sedari tadi mengantarkan A, juga menahannya di pelupuk.  Yaaa, sekali lagi, Skripsi memang bukan beban, bugan tugas berat yang musti dikeluhkan, tapi skripsi adalah harapan ---- Ayo Haniif, lanjut dan kerjakan!
*Kisah dari seorang sahabat

Kebetulan Vs Qadarullah

20.00 0 Comments

Masih ingat dengan sahabat terbaikku yang beberapa waktu lalu kuceritakan? Siang ini dia datang kemari, masih sama, selalu dengan senyumnya..
“Hanif, ayo mabit di DS.” Katanya
“Nanti sepulang ngeles mau mudik ke Purworejo Al.” Jawabku
“Hanif pulang karena banyak tanggal merah ya?.” Tanyanya kemudian
“Ndak juga, kebetulan kakak dari Surabaya pulang Al.” Kataku
  Hening sejenak.
“Hanif, ini lagi pengin memulai dari diri sendiri. Apapun yang terjadi, benar tidak ada yang kebetulan kan? Jadi selama ini Alsho memikirkan kata yang pas untuk mengganti kata kebetulan itu, dan akhirnya menemukan yang lebih tepat –Qadarullah-. Selama ini Alsho belum bisa mengutarakan ke banyak orang tapi sama Hanif gpp kan? Maaf ya Nif, sekarang agak risih kalau mendengar kata kebetulan”
Aku terdiam manggut-manggut. Membenarkan dalam hati tanpa terkata. Meski, sekalipun sepertinya belum pernah terpikirkan akan hal itu.

Sabtu, 10 Mei 2014

Sawang Sinawang

19.52 0 Comments
Adakah yang tahu apa maksudnya?
Orang Jawa bilang, dari kata “sawang” yang berarti melihat. Sawang sinawang artinya saling melihat. Pada intinya, kata ini menggambarkan sifat manusia yang selalu merasa kurang, yaitu dengan membandingkan diri kita dengan orang lain. Kalau dalam Bahasa Indonesia (mungkin) hampir sepadan dengan peribahasa “Rumput tetangga lebih hijau”. Nah, agar kita tidak lagi wang sinawang, mari sejenak kita fahami takdir kehidupan yang Allah berikan kepada kita. Karena apapun itu, terjadi atas rencanaNya.

KetetapanNya mutlak, alias tidak berkompromi dengan makhlukNya. Namun, ditegaskan bahwa Allah Maha Adil. Kita, hanya cukup mensyukuri apapun yang terjadi pada diri kita, karena sungguh tak ada satu peristiwapun yang terjadi tanpa hikmah dibaliknya. Everything happen for a reason. Kita tidak perlu sedih berkepanjangan tatkala musibah datang menimpa, atau gembira yang berlebih tatkala mendapat kenikmatan yang diinginkannya. Kita tak perlu risau berkelanjutan karena kehilangan, tapi juga tak perlu mengumbar ketika mendapatkan.

"Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira(*) terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri.” (Q.S Al Hadid : 22-23)
ket:*( gembira yang melampaui batas yang menyebabkan kesombongan, ketakaburan dan lupa kepada Allah)

Kejadian baik dan buruk senantiasa dipergilirkan. Menjadi sebuah keniscayaan, bahwa roda kehidupan manusia selalu berputar, adakalanya di bawah adakalanya di atas. Disinilah keseimbangan itu terjadi, kita bersenang karena pernah merasa sedih. Kita berbahagia karena pernah kecewa. Kita menikmati puas hidup berkecukupan karena pernah merasakan pahitnya berjuang dalam keterbatasan, dan sebagainya. Lalu, dari mana Allah akan menilai? Kondisi buruk berarti mengharuskan kita untuk bersabar dan tak putus ikhtiar, dan sebaliknya kondisi baik mengharuskan kita untuk menambah rasa syukur dan keimanan.

“Jika kamu (pada perang Uhud) mendapat luka, maka sesungguhnya kaum (kafir) itupun (pada perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan diantara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Ali Imran : 40)

Allah Maha Tahu atas ketetapan terbaik buat hambaNya. Jadi, kita hanya harus berusaha menyamakan persepsi dengan Allah swt yaitu dengan berhusnudzon atas segala sesuatu yang terjadi dengan diri kita. Dan jangan lekas memisahkan sesuatu yang kamu benci dan kelihatan terhina. 
Siapa tahu apa yang kamu benci dan kau hina, justru dicintai dan disayangi Allah SWT (eramuslim.com)



“Diwajib atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (Al Baqarah : 216)