Menceritakan sebuah sekolah asrama di Perancis bernama “Fond De L’Etang” yang
murid-muridnya sulit diatur & nakal. Mereka biasa merokok meskipun
dilarang, mencuri, mengerjai seorang pembersih jendela, merusak fasilitas, atau
bermain lempar-lemparan di dalam kelas.
Sekolah
tersebut dikepalai oleh Rachin, seseorang yang tegas, keras, dan kejam. Prinsip
yang digunakan adalah ada aksi ada reaksi, dimana seorang murid melakukan
kesalahan akan dihukum. Jika tidak diketahui pelakunya maka semua murid
mendapat sanksinya, atau bahkan menuduh sembarangan tanpa bukti yang jelas.
Hukuman yang diberikan bukan hukuman ringan, sebagai contohnya dikunci dalam
ruangan yang gelap selama beberapa hari & tidak menerima pengunjung,
menerima pukulan dan cambukan, di skors untuk tidak mengikuti pelajaran, membersihkan
rumah asrama selama 2 minggu, dan lain sebagainya.
Karena
sifat Rachin yang begitu semena-mena dan egois, semua murid takut padanya.
Bahkan para pengawas pun tidak ada yang berani melawan. Kehidupan sekolah yang
menakutkan tersebut selalu dijalani oleh para muridnya. Mereka merasakan bahwa
tidak pernah ada waktu untuk bersenang-senang. Jadi, jalan satu-satunya supaya bisa
puas adalah dengan melakukan kenakalan-kenakalan yang bagi mereka hanyalah
sebuah lelucon untuk membuat tertawa.
Di sekolah
tersebut, terkenal nama-nama yang dianggap sebagai biang keladi kejahatan-kejahatan
yang terjadi. Mereka adalah Le Querrec dan Pierre Morhange. Pak Regent, seorang
pengawas lama memberitahu kepada pengawas penggantinya (Clement Mathew) untuk
berhati-hati kepada dua nama itu. Karena, mereka cenderung diam dan wajahnya
tidak menunjukkan perilakunya.
Akan
tetapi, Clement Mathew mempunyai cara pandang yang berbeda dalam bagaimana
menghadapi murid-murid yang seperti itu. Hukuman bukan jalan yang tepat untuk
mengatasi kenakalan mereka. Ia selalu melindungi muridnya, mengganti hukuman
dengan memberi sesuatu yang lebih mendidik, dan memperjuangkan murid-murid yang
tidak bersalah. Dengan kegigihan dan keberaniannya, ia membawa perubahan besar
pada sekolah tersebut, berjasa bagi murid-muridnya. Karenanya pula, Rachin
dapat dikeluarkan dari sekolah akibat dari ketidakadilan selama ini.
Analisis Tokoh -Pierre
Morhange-
Seperti
telah disebutkan di atas, Morhange adalah salah satu murid yang dikenal sebagai
anak paling nakal. Ia tidak mempunyai orangtua yang lengkap, yaitu hanya ibunya
saja. Morhange mempunyai talenta dalam bidang musik, khususnya dalam bernyanyi.
Karakter :
1.
Pendiam
Sifat ini bisa
dilihat dari kebiasaan Morhange yang tidak banyak bicara. Selain itu, apabila
ditanya jawabannya selalu singkat. Bahkan kadang hanya mengangguk atau menatap
wajah lawan bicaranya saja.
2.
Tertutup
Karena sifatnya
yang pendiam, Morhange juga bisa dibilang seorang anak yang tertutup. Ia tidak
pernah bercerita kepada teman-teman di sekitarnya.
3.
Penurut
Meskipun
dikenal nakal, tetapi Morhange adalah seorang yang penurut. Saat disuruh maju
ke depan, ia pun maju. Saat diberi hukuman, ia diam dan tidak pernah melawan.
4.
Semangat
Setelah Morhange ikut dalam grup kor, ia sangat bersemangat untuk
latihan. Bahkan, hal yang belum diajarkanpun ia sudah berlatih sendiri. Selain
itu, ia juga tekun sehingga pada masa tuanya menjadi orang yang sukses sebagai
musisi.
Dalam
bidang pendidikan, Rogers (Rachmahana, 2008) mengutarakan pendapat tentang
prinsip-prinsip belajar yang humanistik, yang meliputi hasrat untuk belajar,
belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri,
dan belajar untuk perubahan.
Setiap
orang memiliki hasrat untuk belajar. Hal ini terbukti dengan tingginya rasa
ingin tahu anak apabila diberi kesempatan untuk mengeksplorasi lingkungan. Di
dalam kelas, seharusnya anak-anak diberi kesempatan dan kebebasan untuk
memuaskan dorongan ingin tahunya, untuk memenuhi minatnya dan untuk menemukan apa
yang penting dan berarti tentang dunia di sekitarnya. Belajar mudah dilakukan
dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila berlangsung dalam lingkungan
yang bebas ancaman. Belajar akan bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif
sendiri dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Belajar yang paling
bermanfaat ialah bejar tentang proses belajar. Dan dengan demikian, yang dibutuhkan
saat ini adalah orang yang mampu belajar di lingkungan yang sedang berubah dan
akan terus berubah.
Namun
pada kenyataannya di Fond De L’Etang tidak pernah menerapkan prinsip-prinsip
itu. Anak hanya harus patuh pada para pengajarnya, tidak boleh membantah, dan
apabila melakukan kesalahan maka harus dihukum. Penerapan pembelajaran yang
seperti itu sangat berpengaruh kepada murid-muridnya. Seorang Pierre Morhange,
yang mempunyai keahlian dalam bidang menyanyi menjadi tidak berkembang. Bahkan
pihak sekolah tidak pernah mengetahuinya, karena bagi mereka semua anak disitu
tidak bisa melakukan apapun. Selain itu, Morhange menjadi tidak mengikuti
pelajaran dengan baik. Di dalam kelas dia pernah mencatat bahwa Rachin memakan
begitu banyak kotoran. Karena kemudian ketahuan, maka Morhange dihukum didalam
ruangan yang gelap dan terkunci.
Menurut
Rogers (Schultz, 1991), perkembangan seseorang apakah akan menjadi sehat atau
tidak tergantung pada cinta yang diterima anak itu dalam masa kecil. Pada waktu
diri mulai berkembang, anak juga belajar membutuhkan cinta. Kebutuhan ini biasa
disebut “penghargaan positif” (positif regard). Self-concept yang
berkembang dari anak sangat dipengaruhi oleh sejauh mana positif regard
tersebut terpenuhi. Apabila anak biasa menerima penolakan, ia akan menjadi peka
terhadap setiap tanda penolakan dan segera mulai merencanakan tingkah lakunya
menurut reaksi yang diharapkan akan diberikan.
Dalam
kehidupan Morhange kebutuhan positif regard belum terpuaskan. Ia tinggal di
lingkungan sekolah yang jauh dari ibunya. Kasih sayang, cinta, dan perhatian
untuk dirinya menjadi sangat kurang. Apalagi terkadang ibunya tidak mengakui
kelebihan-kelebihan yang ia punya. Kehidupan seperti ini biasa ia lalui.
Sehingga ia tumbuh menjadi seorang yang penurut dalam menerima setiap hukuman.
Ia juga tumbuh menjadi seorang pendiam dan melakukan kenakalan-kenakalan
sehingga orang memperhatikan dia sebagai anak yang nakal. Kebutuhan kasih
sayang ini bisa dilihat pada saat Morhange rela tidak masuk hanya karena
mengklarifikasi perkataan Mondain tentang ibunya. Ia mengharapkan bahwa ibunya
memang baik dan perhatian, tidak seperti yang dikatakan Mondain.
Rogers
percaya bahwa segi kecenderungan aktualisasi diri ditemukan dalam semua makhluk
yang hidup. Aktualisasi merupakan dorongan bagi orang yang mempunyai
kepribadian sehat (berfungsi sepenuhnya). Rogers menyatakan bahwa aktualisasi
diri merupakan sebuah proses.
Kasus-kasus
di atas, kondisi pembelajaran dan kebutuhan positif regard yang seperti itu
menjadi penghambat Morhange dalam proses aktualisasi dirinya. Akan tetapi,
kedatangan Mathiew sebagai pengawas baru memberi perubahan bagi dirinya.
Hukuman-hukuman yang diterima tidak sebanyak sebelumnya, kemampuannya mulai
dihargai dan tersalurkan dengan dibuatnya grup kor oleh Mathiew. Mathiew juga
meyakinkan ibunya, bahwa Morhange adalah sosok anak yang patut dihargai. Karena
sesungguhnya, ia luar biasa. Ia menjadi semangat dalam mengikuti latihan dan
belajar. pada saat tampil dalam grup tersebut, wajahnya memberi isyarat rasa terima
kasih dan permohonan maaf. Karena memang sebelumnya ada konflik pribadi dengan
Mathiew dan akhirnya mereka saling berbaikan.
Pada
saat Morhange sudah dewasa, Morhange bisa digolongkan mempunyai kepribadian
yang sehat (berfungsi sepenuhnya). Ia mulai terbuka pada pengalaman. Setelah
Mathiew mengusahakan Morhange untuk didaftarkan di sekolah musik, dengan
bantuan calon ayahnya, Morhange bisa keluar dari Fond De L’Etang dan
melanjutkan di sekolah musik. Ia tinggal bersama ibunya. Ia terbuka dengan
pengalaman-pengalaman sebelumnya, sehingga bisa terus berkembang di sekolah yang
baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar