Follow Us @whanifalkirom

Senin, 30 Juli 2018

00.43 0 Comments

Luluk  : Mbak, kenapa tangannya pake nge gass gitu? Pelan-pelan lah Mbak, nikmatin perjalanan
Me       : Nggak sadar ini, ingatkan laah.
Luluk  : Aku tu perhatian lho Mbak. Aku tu seringnya liat Mbak Hanif kalau keluar buru-buru terus. Giliran sampai kos stress di depan laptop sambil uring-uringan harus ini itu, wajahnya jelek tertekan. Makanya kalau lagi di luar santai aja. (Tapi tertawa coba dia, kan aku jadi nggak ngerti sebenarnya mau dia empati atau melucu)
Me       : Luk, Luk, tengok-tengok atas, ada bintang satu yang gede tuh. Cantiiik. Jadi pelan-pelan aja memang yaa, sambil liat bintang...
Luluk  : Mbak Haaaniiif (mode menangis). Kenapa segala hal romantis yang kutemukan selaluu bersama Mbak Hanif. Lagi dimana jodohku siih? ngapain aja dia?
Me       : Ayo Luuuuk, sebelum bertemu dia, latihan menikmati perjalanan kayak gini dulu lah kitaa
Luluk  : Ayok Mbak mari latihan
Me       : (Tepuk jidat -padahal yaa sambil ngikutin luluk tanya, “lagi dimana jodohku siih? ngapain aja dia?”. Haha)
#Dan ini pun berlanjut ketika melihat bulan yang bulat sempurna, di tengah perjalanan melewati labirin-labirin perumahan TNI AU, bersama lampu-lampu yang menghias sepanjang jalan.
***
Terimakasih adek cantiik, yang selalu menemani tiap akhir pekan. Dari ikut pulang ke rumah, duduk di teras sampai malam menahan dingin, melihat bintang-bintang yang jaaaaauh lebih banyak dibanding melihatnya di Jogja. Ikut menemani ke walimah adik sepupu, jadi tukang jeprat-jepret. Ikut membantuku ke madrasah buat lembur-lembur dekorasi kelas padahal hari juga ahad, rela kusuruh-suruh naik meja menempel kertas di dinding hanya karena kamu lebih tinggi. Menarik-narik kasurku hanya gegara menagih janjiku untuk mengajakmu ikut kajian (yang sebenernya aku spechless kau mau kajian, haha). Selalu mengalah ketika harus menentukan tempat beli makan. Bahkan membantu menyetrikakan bajuku meski sambil misuh-misuh gegara aku sibuk dengan telpon dan hape terus, jadi nggak selesai-selesai yang bikin kamu pusing mata katanya (Tapi ini mah cuci piring juga semua jadinya aku, padahal siapa yang janji mau cuci coba).

Iya, tiada hari tanpa melewatkan tawa, jika bersamamu. Meski salah satu diantara kita sedang menyembunyikan kesedihan. Terimakasih sudah mengatakan “Mbak Hanif kalau sedih  bilang-bilang yaaa, nanti aku datang”. Senang, kamu memilih  berada di sini lagi, setelah sekian lama menghabiskan waktu di kampung halamanmu.

Kalau kamu sering bilang “Mbak Hanif tuu nggak sayang”, hehe sayang kok aku sayang. Meskipun tiap ketemu kamu selalu “menghinaku”puuun “Mbak Hanif tuu kudet (padahal masalahnya cuma aku minta diajarin  belanja olshop-olshop gitu, memang nggak pernah)”, “Mbak Hanif itu apa sih yang dipunya (gegara aku ga punya manset buat dipinjam), “Mbak Hanif, jangan biarkan nanti mertuanya Mbak Hanif nyesel anaknya kayak nikah sama simbah-simbah (gegara sering lupa kalau ditanya harga sesuatu), daaan laain-laain. Hehe.

Terimakasih adek J
Yogyakarta, dan malam sudah (hampir) larut


Minggu, 29 Juli 2018

07.56 0 Comments

Mengejawantahkan cinta itu memang tidak pernah mudah. Ia bukan hanya sebatas perasaan, melainkan penerimaan, kepercayaan, harapan, komitmen, konsistensi, tanggung jawab, dan banyak sekali hal lain yang kemudian ikut di belakangnya.
Orang bilang, belajar cinta itu jangan pada pasangan yang baru saja mencecap manisnya pernikahan. Apalagi pada remaja-remaja yang ala-ala “mengingatkan makan, mengingatkan shalat”. Tapi, belajarlah pada pasangan kakek-nenek yang sudah berpuluh-puluh tahun menikah dan tetap langgeng, berhasil mengarungi bersama manis pahitnya kehidupan. Siapa bilang mereka selalu harmonis di kehidupan rumahtangganya? Pasti tidak. Hanya mereka tahu persis bagaimana bersikap, dan sama-sama mengerti ada banyak hal berharga yang membuat mereka saling bertahan.
Lebih hebat lagi, belajarlah pada seorang Ibu. Tidak bisa dijelaskan lagi seberapa besar ia mencintai anak-anaknya.

#Begitu saja. Intermezzo pagi-pagi. Selamat berakhir pekan
Yogyakarta, 05.33

Kamis, 19 Juli 2018

Tak Mengapa

23.50 0 Comments
Cicak – cicak di dinding, diam-diam berdzikir
Datang seekor nyamuk, hap, Alhamdulillah

Kau dengar Nak, bahkan cicak saja berdzikir. Mungkin dia juga beristighfar. Kenapa kamu tidak? Selalulah mengingat RabbMu, supaya selalu tenang hatimu...

Tak mengapa kau banyak khawatir...
Kau khawatirkan dosa-dosa yang tak terbilang bagai debu-debu beterbangan. Tapi bahkan janji Allah akan luasnya ampunan melebihi dosa-dosa yang terkumpul seluas semesta bumi dan langitNya. Jangan berputus asa memohon ampunan, jangan lelah untuk bertaubat. Selama nyawa sebelum sampai tenggorokan, maka kau masih bisa memohon sebaik-baik sisa usia, dan husnul khotimah di penghujung hayatnya.
Kau khawatirkan waktu-waktu yang berlalu tanpa ada sedikit saja perbaikan diri. Sejatinya kau hanyalah kumpulan hari, jika satu hari terlewati tanpa ada yang berarti, bukankah kau merugi? Mari selalu sejenak ambil jeda, berpikir ulang ke arah mana ‘kehidupan’ yang hanyalah ‘persinggahan’ ini hendak kau bawa? Apakah dunia masih bertahta manis di hatimu?
Kau khawatirkan amanah-amanah yang mengiringi langkahmu. Berat terasa untuk memikulnya seorang diri. Ragu merasuk menggoyahkan hati. Tapi bahkan Allah berjanji, setelah kesulitan ada kemudahan. Setelah kesulitan ada kemudahan. Tidak ada beban melebihi batas kesanggupan. Lakukan saja apa kewajiban yang seharusnya kau lakukan, biarlah Allah yang mengurus sisanya.
Kau khawatirkan dua malaikat yang usianya semakin senja. Sementara balas budi apa yang bisa kau berikan padanya? Tidak ada. Seberapa keras kau berusaha, tiada pernah berbanding dengan secuil cinta yang mereka limpahkan. Karena itu, yakinlah upaya remah-remahmu, semoga sedikit bisa membuat mereka bahagia. Bertanya kabar, bersering pulang, berbagi suka, dan paling penting, bawalah mereka dalam doa. Bukankah tempat berkumpul paling dinanti hanyalah surga?
Kau khawatirkan laki-laki masa depan yang sama sekali tak tertebak siapa dan kapan hadirnya. Kau boleh saja istiqomah pinjam nama seseorang dalam doa, dan berharap ia akan berjuang, berproses, belajar, serta menua bersamamu, tapi jangan pernah sekali-kali memaksaNya. Pastikan dalam doamu, masing-masing kelak, kau dan juga dia, akan bahagia dengan siapapun pilihanNya. Terlepas pada akhirnya kalian memang ditakdirkan bersama ataupun tidak. Selalulah ingat, yang baik akan dipertemukan yang baik. Allah lebih kuasa mengatur itu.
Kau khawatirkan...
#Masih banyak kekhawatiran-kekhawatiran lain, bukan? Sekali lagi tak mengapa. Allah selalu ada
#Masih labil, masih suka pecicilan, masih suka ga jelas? Juga tak mengapa, yang penting selalu belajar
#Terkadang ketika mengingat waktu, ingin kembali ke masa kecil dahulu, ketika hidup sudah sangat bahagia hanya dengan bermain bersama ibu. Atau. Membayangkan masa depan, dengan keluarga kecil yang (meskipun) sederhana, akan sangat bahagia, karena iman dan kasih sayang tumbuh subur didalamnya.

Sabtu, 14 Juli 2018

😊

18.44 0 Comments

Anggap saja aku sebagaimana rumah, sejauhmana kau pergi, ia adalah tempat paling nyaman untuk pulang dan kembali. Meski mungkin, warnanya semakin pudar, dindingnya semakin rapuh, atap gentingnya semakin menipis. Pulanglah jika ingin. Kembalilah jika kau lelah, dan ingin istirahat meski sejenak saja. 


Purworejo, rumah berjuta cerita

Jumat, 13 Juli 2018

Tentangku

03.43 0 Comments

Aku tidak pernah lari
Aku tidak pernah pergi
Aku masih berdiri, di sini

Aku tidak pernah hilang
Aku tidak pernah lebur menjadi bayang
Aku masih seperti sediakala diam, dan tenang

Aku tidak pernah berubah
Aku tidak pernah membelokkan langkah
Aku masih tetap pada mula, tak berbalik arah

Hanya saja aku tak ingin menanti
Hanya saja aku tak ingin resah terulang
Hanya saja aku tak ingin diriku lupa berbenah

Dan satu hal yang pasti, aku khawatir
Jika ia tumbuh lagi untuk kedua kali, maka ia akan menetap di hati, dan bertahan
Maka, sebelum kutahu di mana tempat dan waktu yang tepat, kuusahakan menjaga untuk tidak menabur benihnya. Daripada ia tumbuh, namun harus melayu seiring waktu. Daripada ia tumbuh, namun harus dipangkas dan dicabut hingga akarnya.
Lebih baik pasrah. Lebih baik berdo’a. Jawaban terbaik adalah mengikuti pilihanNya
Karena terkadang, perempuan itu, terlalu setia.
Apalagi segala tentangmu,pula kebaikanmu, aku yakin masih akan sama.

Yogyakarta, 03.11 dini hari



Rabu, 11 Juli 2018

Lirik (4) : Kasih Sayang

04.40 0 Comments

Kasih Sayang
(Raihan)

Kasih Sayang Itu Titi
Kasih Sayang Penghubung Hati
Kasih Sayang Itu Tali
Kasih Sayang Pengikat Diri

Dari Kasih Timbul Simpati
Dengan Sayang Ada Persaudaraan
Kerana Kasih Ingin Berbakti
Saling Sayang Ma'af Mema'afkan

Kasih Sayang Itu Baja
Kasih Sayang Penyubur Jiwa
Kasih Sayang Itu Penawar
Penguat Cinta Penghapus Duka

Kasih Manusia Sering Bermusim
Sayang Manusia Tiada Abadi
Kasih Tuhan Tiada Bertepi
Sayang Tuhan Janji-NYA Pasti

Tanpa Kasih Sayang Tuhan
Tiada Simpati Tiada Persaudaraan
Tanpa Kasih Sayang Tuhan
Tiada Bakti Tiada Kema'afan

Kasih Sayang Pada Semua
Kasih Sayang Sesama Kita
Kasih Sayang Oooo Dunia
Moga Selamat Di Akhirat Sana
***
Mengenal lagu ini, sejak duluuu sekali, sewaktu Raihan sedang populer-populernya. Sudah suka, liriknya cukup meneduhkan. Apalagi Mas kalau pulang juga suka bawa kaset nasyid-nasyid begitu. Nah, sebenarnya ada yang teringat kalau ndengerin lagu ini. Saya pernah kirim lagu ini ke Shinta, niatnya sih biar “so sweet” gitu. Eh setelah itu, dianya misuh-misuh coba, katanya udah berjuang downloadnya loading lama (maklumlah satu lagu full), setelah berhasil enggak mudeng lagu apa itu. Hhe, maklum sih dulu beliau mah cuek bebek, ceplas-ceplos nyebelin pula, kalau menolak langsung to the point banget nget, belum so sweet kayak sekarang. Belum lembut kayak sekarang. Yaa yaa yaa, jadi kalau mau belajar ‘proses’ bisa bisa lah belajar ke dia. Kalau sekarang saya kirim, mungkin beda respon. Hehe

Kenapa tetiba ingat lagu ini? Kalau mengingat sebuah kenangan itu, biasanya sedang mengumpulkan kepingan hati yang hilang. Mengafirmasi. Ehcielah

Jadi, ada yang suka sekali panggil aku “Mbak Sejuk”, nggak tahu aja itu orang, sebenarnya hatiku sedang kusut (dan keruh). Seperti kemarin pagi, datang-datang saya sudah memberondong pertanyaan ke teman-teman. “Bu Aiz, liat wajahku, keliatan sedih nggak?” “Bu Vera, aku lagi sedih lho, nggak keliatan po?” “Bu Hesti, bantu akuu lagi sedih”. Daaan jawabannya, “Nggak Bu” “Nggak tu, sumringah gitu”, “Bu Ayu ki apaan sih, aku jadi lupa to mau nulis apa. Sedih darimana ngguya ngguyu gitu”. Haduh duuh. Tapi it’s oke, cukup menghibur, toh kalau ditanggepin serius aku yang malah berujung diam. Susah bagiku mengungkapkan, tapi susah juga buat menyimpan. Keluar tapi bukan mengumbar. Yaa seperti itu contohnya. Atau kalau lagi gemes biasanya cubit-cubit orang sampai dianya bingung. Atau, menulis, itu obat paling mujarab. Hehe

Sebenarnya, waktu itu sedang sedih memang, sedikit.

Oke, selamat belajar dari yang sudah berlalu yaaa... Alhamdulillah, detik ini hatiku sudah utuh. Mari berkarya, sibukkan diri dengan yang baik-baik. Mumpung masih single katanya. Hehe *Eh eh kalau sudah menikah juga tetap sibukkan dengan yang baik-baik (kan sudah ada partner, bersama belajar dan berproses menjadi baik, begitu). Uhuk
Source : Pixabay.com
03.50 dini hari, Jogja dingin lagi..

Selasa, 10 Juli 2018

21.32 0 Comments

Mas Singgih : Ada satu bahasa orang SDM itu, “kamu adalah rata-rata dari lima orang temanmu
Me : Maksudnya?
Mas Singgih : Ya kamu itu nggak jauh beda sama lima teman kamu. Orang pasti bergaul sama yang serupa-rupa. Misal nih, orang gajinya lima ratus ribu sebulan ya nggak mungkin bergaul sama orang yang gajinya lima puluh juta sebulan
Me : !2$#SFTQ^$@*&&@WHSB
#Semoga rerata utama dari lima itu, adalah shoihah
#Sisalebaran

***

Me : Kapan jadi nikahnya si “A”?
Si Emak : Nggak jadi katanya. Makanya gek ndang nduk, nek udah ada. Tuh kalau pacaran kelamaan
Me : (Aman. Aku kan nggak pernah pacaran toh :P)
#Semoga Allah hadirkan orang yang tepat di waktu yang tepat
#Sisalebaran

***


Fadhil : Mesakke banget lah taaaanttt... (gayanya fadhil sok manggil tante, aih)
Me : Iya mesakke to Dhil
Fadhil : Sini sini tak tetring
Me : Mantap
Elisa : Passwordnya apa Dhil?
Me : Enggak berpassword
Nana, Hakim, Yaya, Anas : Ngikut aahh, tu Luhur juga mau (Tertawa rame-rame)
Fadhil : Gapapa laah, kan sedekah. Dulu pernah iseng aktifin, langsung dua belas connected coba
Me : Dhil, kamu suamiable banget tenan (Tapi ini emang iya kok)
Fadhil : Ah enggak juga
Me : Beneraaan
Fadhil : *Langsung lempar tissue* #Nggakjadisuamiable. Hehe
#DemiSinyal
#Sisalebaran


***


Me : Mau kemana?
Si Emak : Ke warung beli gula
Me : Ayok tak anterin
Si Emak : Alah, nggak usah
Me : Pokoknya tak anteriin
Si Emak : Manasin sama ngeluarin motor kalau buat jalan udah sampe warung
Me : Gapapa, pokoknya tak anteriiiin, titik
Si Emak : (menunggu)    
Me : Ngerti nggak kenapa aku mau nganterin? (Udah sambil jalan)
Si Emak : Alah opo neh, yo golek sinyal
Me : (Tertawa, ngerti banget coba) – (Jadi, kenapa di warung itu sinyalnya selalu lancar sedang di rumah susah kali)
#DemiSinyal
#Sisalebaran

***
Berkesan atau tidak, ada moment yang kadang teringat begitu saja #latepost

Perempuan Itu Mulia

21.02 0 Comments

Perempuan itu mulia, dengan kepiawaiannya berbusana. Rapih dan menjaga. Tertutup dan tidak memikat mata.
Perempuan itu mulia, dengan ketundukan hatinya. Rumah ialah sebaik-baik tempat ia berteduh, dan menghadirkan berkah.
Perempuan itu mulia, dengan harga dirinya. Sebab ia adalah godaan terdahsyat yang ditinggalkan setan untuk sosok bernama pria.
Perempuan itu mulia, dengan rasa malunya. Sebagaimana di Negeri Madyan, dua wanita yang dijumpai seorang Nabiyullah Musa a.s ketika hendak menimba air untuk ternaknya. “Rasa malu tidaklah mendatangkan kecuali kebaikan”.
Perempuan itu mulia, dengan baik agamanya. Ketulusan Menghamba pada penciptanya. Tahu bagaimana ia bersikap kepada dirinya - orang-orang terdekatnya : orangtua, saudara, suami, anak-anaknya, juga, orang-orang di sekelilingnya.
Perempuan itu mulia, dengan kebaikan hatinya. Kelembutan sifatnya. Kesejukan matanya. Keteduhan bicaranya. Dan bagaimana ia, pandai mensyukuri apa-apa yang dia terima.

Senin, 09 Juli 2018

Sumeleh

20.11 0 Comments

Sumeleh itu kelapangan hati dan ketulusan menerima.
Sumeleh itu berarti berserah, tapi bukan berarti menyerah.
Sumeleh itu mengakui tiada berdayanya kita, meyakini tiada berbatas kekuatan dan keMahabesaranNya.
Sumeleh itu melepas belenggu dan keterikatan terhadap sesuatu, karena sandaran hakiki itu terletak pada keMahaanNya.
Dan sumeleh itu tidak seketika. Tentu saja bercampur rasa dalam setiap prosesnya. Tanpa harus menyesali, melainkan dengan mensyukuri.

Source : Pixabay.com

Minggu, 08 Juli 2018

Untuk Mia

22.20 2 Comments
Miaa, gapapa kan yaa, nggak ada surat apapun yang ‘sweet’ gitu tadi. Ternyata di rumah terlalu tidak mendukung untuk menulis. Hehe. Aku yakin suatu hari kamu bakal baca ini (lah, temenku yang rajin nge-blog juga cuma satu ini).

Sebelas tahun itu, lama atau sebentar menurutmu? Sama seperti yang kamu bilang, kamu juga, masih menjadi orang yang ‘sama’, selalu hangat dan menyenangkan. Tidak sepertiku justru, sikapku bagai musim yang sering berganti. Hangat tiba-tiba, dingin seketika, kadang menyenangkan, tapi di banyak waktu menyebalkan. Terimakasih untuk sebelas tahun kebaikan hatimu (dan tentu tahun-tahun berikutnya), yang aku banyak belajar...
***
Kamu perlu tahu, aku hampir saja mengundang “Ayooo Mi, berkunjunglah ke Jogja lagi. Lama sudah kita tidak jalan bareng. Barangkali Boko sudah berubah”.
Belum terucap, dan kamu sudah duluan membuka percakapan.
Hanif, jangan kaget yaa”.
Enggak Mi, enggak kaget, cuma pengin nangis, dan tertahan. Beneran
Berhubung kamu salah satu sahabatku yang kusayang, jadi...........”
Mendadak aku menyesal kita bertemu. Pura-pura saja undangan itu tidak pernah kuterima. Sayangnyaa, kamu terlalu mengerti perasaanku, perasaan yang sungguh ‘gado-gado’ dan sangat ‘nano-nano’. Kamu terlalu memahami.
#Tapi, tidak mengapa bukan, jika di banyak waktu aku masih akan ‘mengganggumu?’. Meski aku faham, banyak hal dalam hidupmu yang pasti berubah, sepertihalnya taatmu kepada siapa yang sekarang harus berpindah.
***
Kamu juga perlu tahu, suatu kali kamu pernah bertanya “Yang penting, kamu ikhlas tidak, jika seseorang itu bersanding dengan orang yang tidak lebih baik dari kamu”.
Kamu bilang itu pengalamanmu. Tapi itu bukan pengalamanku, kataku dalam hati, pada detik itu. Tapi kini aku mengerti, ternyata jawabannya memang sama sekali tidak yaa. Akan jauh lebih sangat ikhlas jika seseorang itu bersanding dengan orang yang (juga) jauh lebih baik dari kita.
#Karena itu, cara terbaik adalah selalu merayuNya dengan do’a bukan? Sebagai perantara harapan, agar siapapun yang dihadirkan adalah yang terbaik menurutNya dan baik pula dalam penglihatan kasat mata manusia
***
Akhirnya hari ini datang juga. Teriring do’a Baarakallahu laka wa baraka ‘alaika wa jama’a bainakuma fii khoir, Mia dan suami.. Bersamanya sesurga ya Mi

22.17 Waktu Yogyakarta

Rabu, 04 Juli 2018

23.23 0 Comments

Seperti biasa malam yang berlalu, selayaknya hari-hari yang terlewati. Suka-duka silih berganti, harap dan realita yang kadang tak bersua. Tepat, iya, seperti malam ini. Ketika sebuah layar mati tiba-tiba dan tidak auto-saved. Hehe. Begini rasanya. Document yang sedikit lagi kelar, juga curhat yang sudah berbaris panjang, berubah menjadi tulisan ini. Sabar yaa.
***
Lagi kangen baca novel, apalagi liat quotes ini. Aku jadi lebih suka dengan kata sayang, dibanding cinta, dan rindu. Hehe (mulaitidakjelas).

Puteri, sekarang Jakarta gerimis. Cepat sekali berubah. Kayak hati. Semoga pengertian, mau saling mengalah, saling menghargai, saling menjaga, komunikasi yang baik, dan tentu saja yang paling penting pemahaman agama yang baik menyertai rasa sayang. Biar abadi sayangnya. Tidak seperti cuaca”.
(Tere Liye, Rembulan Tenggelam di Wajahmu)

***
#Jogja dan doa