☺
Tilinili
00.43
0 Comments
Luluk : Mbak, kenapa tangannya pake nge gass gitu?
Pelan-pelan lah Mbak, nikmatin perjalanan
Me : Nggak sadar ini, ingatkan laah.
Luluk : Aku tu perhatian lho Mbak. Aku tu seringnya
liat Mbak Hanif kalau keluar buru-buru terus. Giliran sampai kos stress di depan
laptop sambil uring-uringan harus ini itu, wajahnya jelek tertekan. Makanya kalau lagi di luar santai aja. (Tapi
tertawa coba dia, kan aku jadi nggak ngerti sebenarnya mau dia empati atau melucu)
Me : Luk, Luk, tengok-tengok atas, ada
bintang satu yang gede tuh. Cantiiik. Jadi pelan-pelan aja memang yaa, sambil liat
bintang...
Luluk : Mbak Haaaniiif (mode menangis). Kenapa
segala hal romantis yang kutemukan selaluu bersama Mbak Hanif. Lagi dimana
jodohku siih? ngapain aja dia?
Me : Ayo Luuuuk, sebelum bertemu dia,
latihan menikmati perjalanan kayak gini dulu lah kitaa
Luluk : Ayok Mbak mari latihan
Me : (Tepuk jidat -padahal yaa sambil
ngikutin luluk tanya, “lagi dimana jodohku siih? ngapain aja dia?”. Haha)
#Dan ini pun berlanjut ketika melihat bulan yang bulat sempurna,
di tengah perjalanan melewati labirin-labirin perumahan TNI AU, bersama
lampu-lampu yang menghias sepanjang jalan.
***
Terimakasih adek cantiik, yang selalu menemani tiap akhir pekan.
Dari ikut pulang ke rumah, duduk di teras sampai malam menahan dingin, melihat
bintang-bintang yang jaaaaauh lebih banyak dibanding melihatnya di Jogja. Ikut
menemani ke walimah adik sepupu, jadi tukang jeprat-jepret. Ikut membantuku ke
madrasah buat lembur-lembur dekorasi kelas padahal hari juga ahad, rela
kusuruh-suruh naik meja menempel kertas di dinding hanya karena kamu lebih
tinggi. Menarik-narik kasurku hanya gegara menagih janjiku untuk mengajakmu ikut
kajian (yang sebenernya aku spechless kau mau kajian, haha). Selalu mengalah ketika
harus menentukan tempat beli makan. Bahkan membantu menyetrikakan bajuku meski sambil
misuh-misuh gegara aku sibuk dengan telpon dan hape terus, jadi nggak
selesai-selesai yang bikin kamu pusing mata katanya (Tapi ini mah cuci piring
juga semua jadinya aku, padahal siapa yang janji mau cuci coba).
Iya, tiada hari tanpa melewatkan tawa, jika bersamamu. Meski
salah satu diantara kita sedang menyembunyikan kesedihan. Terimakasih sudah
mengatakan “Mbak Hanif kalau sedih bilang-bilang yaaa, nanti aku datang”.
Senang, kamu memilih berada di sini
lagi, setelah sekian lama menghabiskan waktu di kampung halamanmu.
Kalau kamu sering bilang “Mbak
Hanif tuu nggak sayang”, hehe sayang kok aku sayang. Meskipun tiap ketemu
kamu selalu “menghinaku”puuun “Mbak Hanif
tuu kudet (padahal masalahnya cuma aku minta diajarin belanja olshop-olshop gitu, memang nggak
pernah)”, “Mbak
Hanif itu apa sih yang dipunya (gegara aku ga punya manset buat dipinjam), “Mbak Hanif, jangan biarkan nanti mertuanya
Mbak Hanif nyesel anaknya kayak nikah sama simbah-simbah (gegara sering
lupa kalau ditanya harga sesuatu), daaan laain-laain. Hehe.
Terimakasih adek J
Yogyakarta, dan malam sudah (hampir) larut