Follow Us @whanifalkirom

Kamis, 30 Agustus 2018

Untuk Desi

14.24 0 Comments

Entahlah, ini akan menjadi surat ke-sekian yang sampai ke tanganmu. Tujuh? Enam? Tidak ingat persis.

Mau minta apa?” Tanyaku hari lalu. “Surat”. Katamu. Dan kau akan tunggu, di sini (jangan lupa tinggalkan pesan-ala ala ngiklan).
Sejujurnya, pikiranku sedang habis ide untuk merangkai kata-kata. Sudah lama tidak baca novel Des, hehe. Tapi, pada akhirnya, aku banyak menulis sembari berkereta. Dan mengesankan.

Entah sampai mana perjalananku kali ini, sejenak kutengok di balik kaca. Pepohonan berjajar rapi, tidak rendah tidak pula tumbuh begitu tinggi. Hamparan sawah kering, padi-padi yang tampaknya usai dipanen, juga, bukit-bukit kecil tumpukan jerami yang menguning.

Apa yang harus kusampaikan padamu, sholihah?
Ucapan selamat? Ah, apalah arti bilangkan angka yang semakin menua. Bilangan angka hanya akan berarti bila bilangan amal baik juga bertambah dan bernilai di mataNya
Pujian? Ah, apalah arti pujian. Sedang antara kita sudah sama-sama tahu, sama mengerti, tentang baik-buruk juga kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hakekat terpenting adalah penerimaan yang tulus bukan?
Nasehat? Ah, apalah arti ucap nasehat yang berurai-urai. Sedang sepanjang hari, di setiap detik-detik yang terlewati, kita sama-sama sedang belajar mengambil nasehat.
Do’a? Jangan kau tanya lagi soal ini. Betapa doa yang mengudara selalu menjadi bagian yang paling kunanti dan yang paling menenangkan hati. Maaf jika tak sepanjang doaku mengingatmu, tapi percayalah, wajahmu kerap muncul, namamu tetap sering, harapanmu tetap coba kuurai.

Baiklah. Mari kita mengingat kenangan saja. Tentang Saksi-saksi bisu.

24. Kali pertama kita bersua sepertinya kau masih berbilang belasan ya, 18. Enam tahun sudah berlalu. Kos Maskulin. Kamar dekat pintu, tetanggaan. Embah dan pisang. Bakso kharisma dan boncengan motor bertiga. Televisi dan berebut Jodha. Jilbab putih yang “katamu” mau kausimpan sampai nikah. Mulai dari Tutut; Ainur-Kikip sampai Intan-Maya, teman-temanmu. Rupanya temanku yang kau ingat di luar kepala hanya tunanganku Shinta. Hehe. Mulai dari siapa lagi Des? Perlu kusebutkan? Ah, kalau soal ini aku pura-pura lupa saja, pilihanmu, dan tetap kau yang memilih. Asrama Dafa dan Mbak Ulfi (yang kemudian jadi tetangga juga). Soto dan Pak Genit. Tahsin bareng yang “gagal”. Ngajar Tpa yang “wacana”, hehe. Ohiya, yang pasti, gamis-gamis yang membuatku merasa “cantik”. Satu lagi, aku masih boleh jadi “bulek” kan ya?

Berikutnya, mari tetap mencipta kenangan. Mari tetap saudaraan. Mari tetap deketan. Mari tetap saling beriringan jalan, hingga sampai dan tinggal di surga, dan disana tetap sahabatan.

#14 : 08
#Perjalanan Purworejo-Jakarta
#24 (+1hari) Usia Desi (sholihah yang –semoga- segera nikah –biar malaikat juga mengaminkan untuk yang nulis-)
#Terimakasih untuk enam tahun kita saling mengenal. Jangan lupa, masih ada janjimu mau jadi panitiaku. Jangan pulang dulu. Hehehe

Senin, 27 Agustus 2018

20.27 0 Comments

Biarlah lepas semua kesedihan.
Luruh dalam langit-langit jalanan.
Menguap bersama sepoinya angin malam.

Cukup Dia yang saksikan.

Karena sejatinya dunia, tidak pernah ada sedih yang kekal, pula bahagia yang abadi. Nikmati saja bagiannya, biar kau belajar pandai mensyukuri, bahkan pada kebahagiaan kecil yang pernah dan kelak kau rasai. 

Minggu, 26 Agustus 2018

15.01 0 Comments

Lima hari lalu,
Seseorang bercerita padaku, sembari berlinang air mata. Kisah klasik romansa cinta. Jikalau saja ia bercerita padaku dulu, janganlah dulu, beberapa bulan lalu, mungkin seluruh nasehat bijakku akan keluar. Aku masih akan merasa sangat ‘lulus’ jika itu bicara nasehat soal cinta. Tapi kali ini aku hanya bisa mendengar, diam, dan mendoakan. Semoga baginya cukup. Pada akhir cerita, pertanyaan kesimpulan datang,
“Dek, jika semasa hidup, ayah seorang lelaki tidak pernah merestui seorang perempuan untuk menjadi menantunya. Kemudian beliau meninggal. Apakah si perempuan ini mengajari durhaka jika meminta si laki-laki untuk tetap menikahinya?”
Bagaimana dengan ibunya?”
“Ibunya juga tak ada pilihan, tidak pernah tidak memberi izin, tidak pula mengizinkan”
Semoga Allah kasih skenario terbaik Ya Mbak...”
***
Tiga hari lalu,
Seseorang bercerita padaku, sembari sedikit menggebu. Sama. Kisah klasik romansa cinta. Bagaimana aku menanggapinya juga tak jauh berbeda, mendengar, diam, dan mendoakan. Semoga baginya cukup.
“Aku tidak habis fikir dengan orang Jawa” Begitu intinya beliau bercerita
“Jika orangtua lelaki datang berkali-kali ke rumah orangtua perempuan. Sama sekali bukan untuk menyegerakan anaknya menikah. Mereka datang untuk memohon pengertian –kakak perempuannya belum menikah, mohon bersabarlah-“ Sayangnya sampai kapan, entah.
Semoga Allah beri jalan terbaik Yaa....”
***
Maka, soal nikah menikah ini, memang benar, jangan sekali-kali dianggap ‘lelucon’ belaka. Jika sudah sampai pada masanya, memang hanya takdir yang bercerita. Tak pernah tertebak. Pacaran lama tak menjamin pernikahan. Yang tinggal selangkah ternyata berhalang, berhalang keadaan, berhalang restu, berhalang tuntutan, dan sebagainya. Yang sudah benar-benar siap, jodoh tak kunjung terlihat. Yang nampak masih kecil, kekanak-kanakan, eh tahu-tahu besok menikah.
Pada intinya, sebuah perjanjian yang agung, berupa pernikahan, pasti Allah hadirkan di waktu yang tepat. Dengan orang yang tepat. Pasti. Begitu saja rumusnya.

Rabu, 22 Agustus 2018

Amal Baik

01.55 0 Comments

Empat Macam Amal Baik :
1.    Amal baik yang dirasakan
Ia adalah amalan hati. Sebagai contohnya adalah sabar, ikhlas, tawadhu’, wara’, dan lain sebagainya. Meskipun amalan hati, namun belum tentu yang mengamalkan mampu melakukannya dengan sepenuh hati. Contoh dalam keadaan sabar ia mengatakan “Mau bagaimana lagi, keadaannya memang sudah begini, mau ga mau disabar-sabarin”.
2.    Amal baik yang diucapkan
Contohnya adalah berdzikir kepada Allah, membaca Al Qur’an, Memberi nasehat kepada orang lain, dan sebagainya.
3.    Amal baik yang ditindakkan
Contohnya adalah membantu orang lain yang berada dalam kesulitan, menyingkirkan sesuatu yang menghalangi jalan, Membersihkan tempat-tempat atau benda-benda yang kotor, dan sebagainya.
4.    Amal baik yang diberikan
Contohnya adalah memberikan sesuatu yang kita miliki kepada orang yang membutuhkan, berinfaq di jalan Allah, bersedekah, dan lain sebagainya.

Cintailah kebaikan-kebaikan tersebut, sampai kebaikan mencintai kita. Tugas kita adalah membuat hati kita terus terikat dengannya (amal kebaikan), karena keterikatan berarti berat dan keengganan untuk berpisah.

Hati dan amal baik, adalah dua sahabat yang saling mempengaruhi. Jika kita beramal baik dengan sepenuh hati, maka amal akan mempengaruhi hati tersebut, yang kemudian  hati kembali tergerak untuk beramal baik. Amal kebaikan yang sama, yang terus berulang, nilainya akan berbeda, dan terletak pada sepanjang kebaikan itu mempengaruhi hati.

Dan tanda sepenuh hati, adalah cinta.

By. Ustadz Syatori Abdul Rauf (Masjid Nurul Ashri, Deresan, Yogyakarta)
Source : Pixabay.com

Senin, 20 Agustus 2018

7 Golongan yang Mendapat Naungan Allah di Hari Kiamat

01.46 0 Comments

1.    Pemimpin yang Adil
Adil berarti meletakkan sesuatu pada tempatnya sesuai syari’at. Pemimpin yang bersikap adil, keadilannya sangat memeperhatikan kesesuaiannya dengan apa yang diperintahkan syari’at, bukan dengan kacamata manusia.
Sebagai contoh, keadilannya terhadap orang miskin. Pemimpin berkewajiban untuk mengingatkan pembayaran zakat bagi orang-orang yang mampu. Ia tidak akan membiarkan fenomena “lebih takut tidak membayar pajak, daripada tidak membayar zakat”
Begitupula dengan pemimpin keluarga, keadilannya terletak pada bagaimana supaya istri dan anak mereka berada dalam naungan syari’at Allah.

2.    Pemuda yang Tumbuh dalam Ketaatan kepada Allah
Karena biasanya pemuda, nafsu terhadap dunia dan kelalaian terhadap akhiratnya begitu tinggi. Maka, jika ia tidak menggunakan masa mudanya untuk berhura-hura dan menuruti hawa nafsunya, maka ialah pemuda yang pantas mendapatkan naungan Allah di hari kiamat. Pemuda yang menjaga shalatnya berjama’ah di masjid, akhlak terhadap orangtua, dan orang-orang di sekelilingnya baik, tidak menghabiskan waktunya untuk hal yang sia-sia, dan contoh-contoh lainnya.

3.    Laki-laki yang Hatinya Senantiasa Terpaut pada Masjid (Mencintai Masjid)
Kecintaannya pada masjid, terlihat dari bagaimana ia akan bersegera ke masjid bila kumandang adzan tiba, dalam waktu sesibuk sekalipun. Apabila sangat terpaksa terlambat atau tidak bisa menunaikannya, maka akan terbersit di hatinya sebuah penyesalan.
Untuk laki-laki, perhatikanlah, tempat shalatnya adalah masjid, bukan rumah.

4.    Dua Orang yang Saling Mencintai Karena Allah
Ialah dua orang yang bertemu karena Allah, dan berpisahpun karena Allah. Persahabatan mereka, antara siapapun itu, dibangun bukan karena dunia, melainkan karena kecintaan yang besar untuk saling mengingatkan dan menguatkan dalam menjalankan ketaatan kepada Allah.
Maka, ada kewajiban bagi kita yang sudah merasakan manisnya iman, untuk mengajak mereka (sahabat-sahabat) supaya bersama-sama merasakan manisnya. Mengajak untuk menghadiri majlis ilmu, mengajak menikmtai nikmatnya beribadah, hingga akhirnya bisa menjalankan ketaaatan bersama.

5.    Seorang Laki-laki yang Diajak Berzina oleh Wanita, Namun Menolak Karena Takut akan Kemurkaan Allah
Bercermin dari kisah Yusuf ‘alaihis salam, meskipun hatinya juga berkeinginan ketika digoda oleh Zulaikha, namun karena pertolongan Allah, rasa takutnya kepada Allah lebih besar dibanding keinginan dan nafsunya.
Menjadi pengingat, sebagai manusia yang (tentu) iman (masih) pas-pasan, hendaknya berhati-hatilah. Hati-hati dalam berkomunikasi dengan non-mahram, serta penggunaan medsos yang berlebihan. Karena ia bisa menjadi wasilah perbuatan zina yang Allah haramkan. Jika mudharatnya lebih besar, lebih baik tinggalkan.

6.    Seseorang yang Bersedekah dengan Tangan Kanan, Namun Tangan Kirinya tidak Tahu
Sedekah yang tidak dipamerkan di hadapan manusia atau dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini juga menjadi sarana belajar agar mampu menjaga keikhlasan amal.
Noted. Hati-hati juga kalau selfie dan posting di media sosial

7.    Orang yang Senantiasa Mengingat Allah dalam Keadaan Sendiri, dan Menetes Air Matanya karena Takut Kepada Allah
Dalam keadaan sendiri, jauh dari rasa riya’ terhadap orang-orang, tumbuhkanlah rasa takut kepada Allah dengan berdzikir dan mengingatNya dengan sepenuh hati, sampai menetes air matanya. Berlatihlah, biasakanlah mudah menangis, ia akan melembutkan hati.

Selain dari tujuh golongan di atas, terdapat pula hadits-hadits yang menunjukkan siapa orang-orang yang berhak mendapatkan naungan Allah, yaitu:
(8) Orang yang Memundurkan Jatuh Tempo hutang orang lain, karena masih dalam kesulitan atau kesusahan
Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan hutangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah”. (H.R Muslim no. 3006)

(9) Orang yang Menghilangkan Kesusahan Saudara Mukmin Lainnya
Barangsiapa melapangkan urusan seorang mukmin dari salah satu kesusahan dunia, maka Allah akan melapangkannya dari salah satu kesusahan di hari kiamat...........” (H.R Bukhari dan Muslim)

By. Ustadz Ridwan Hamidi, Lc (Masjid Kampus UGM, 19 Agustus 2018)
Source : Pixabay.com

Minggu, 19 Agustus 2018

Bincang Bareng Ayah (BBA) #13

03.25 0 Comments

Suasana rumah itu selalu hangat. Meski seringkali hadirku menjadi ‘penengah’ antara Bapak yang ‘keras kepala’ dan Mamak yang ‘tidak pernah bisa melawan’. Tentu, jangan bayangkan konflik yang berdarah-darah, justru konfliknya mereka penuh kelucuan. Bagaimanapun, interaksi antara keduanya, selalu terlihat romantis di penglihatanku.

Suasana sedang santai-santai manja, hingga tiba-tiba Bapak bicara,

“Nduk, kalau orang punya harap dan keinginan itu biasanya shalat hajat” Tiba-tiba Bapak melirikku sambil tersenyum.
“Kenapa Bapak bilang begitu?”
“Ya, ngasih tahu aja”
“Bapak nggak ada maksud kan?”. Entah, saya selalu curiga dengan senyum Bapak. Karena, bukan Bapak namanya kalau bicara tanpa ada alasan yang ingin disampaikan.
Sayang, anakmu ini tak cukup pintar mencerna, Bapaak..

“Wanito, Wismo, curigo, Turonggo, Ngukilo” Jawaban Bapak kemudian
Aku diam, masih meraba-raba sebenarnya apa yang ingin Bapak nasehatkan

“Wanito, yang berarti perempuan. Kalau sudah sampai pada masanya, berarti harus memikirkan soal pasangan, jejodohan. Namun, ada syaratnya. Jadilah perempuan yang ‘ayu’, ‘reh rahayu’, ‘mangreh rahayu’. Artinya, selamatkan diri dari segala hal yang tidak pantas. Contoh, ‘reh rahayu’ ; banyak bicaranya, tapi sopan. diamnya, menarik hati. senyumnya, mengesankan. Nasehatnya, yang menyenangkan dan menenangkan.

“Wismo, yang berarti rumah. Penting sekali, yang namanya ‘panggonan’. ‘Mapan’lah di tempat yang indah, dan di tempat yang ‘ngayomi’.”

“Curigo, yang bisa dianalogikan dengan sebuah keris, yang berarti senjata. Artinya, dalam perjalanannya harus siap menghadapi segala permasalahan. Siapkanlah ‘senjata’ yang paling kuat untuk mencari selamat. Apa senjatanya? Dari diri sendiri, kekuatan hati, dan ‘bebrayan’ (kebersamaan dan kerjasama kali yaa versi indonesianya).”

“Turonggo, yang berarti kuda tunggangan. Sebagai alat penyambung hidup. Jadi, jangan sampai dikesampingkan. Apa contohnya? Pekerjaan yang halal, penghasilan yang cukup, silaturrahim yang kokoh, dan lain-lainnya”

“Nah, kalau keempat hal itu sudah lengkap, yang terakhir, Ngukilo. Kukilo Tyasnyo Ngumolo. Seperti burung yang bebas terbang tinggi, kicaunya menyenangkan hati. Artinya, orang lain senang menyaksikan rumah tangga kalian. Tidak ada hal buruk yang bisa ditangkap orang lain. Jadilah keluarga yang berani prihatin. Keluarga yang bekerja keras. Keluarga yang saling pengertian. Itu kesemuanya contoh kukilo, segala hal dan sikap-sikap yang baik”.
“Hehe, sebenernya maunya Bapak apa Pak?” Kali ini aku bertanya
“Yo iku ngeke’i ngerti dalane wong omah-omah"

Sembilan puluh lima persen aku hanya diam. Untuk pertama kalinya Bapak bicara perihal “pernikahan alias rumah tangga” bersamaku. Aku masih tak mengerti teka-teki apa yang Bapak hendak sampaikan. Sambil senyum tipis, aku berharap ini bukan kode, hanya sebatas nasehat biasa untuk satu-satunya anak Bapak yang belum menikah. Karena,  dalam hal apapun jika Bapak sudah serius angkat bicara, itu artinya sudah alarm darurat.

Di tengah kebingunganku, Mas Sigit dari kamar sebelah nyeletuk “Hanif bingung, ora mudeng”. (Iya memang, selain tidak tahu apa maksud Bapak, versi aslinya juga pakai Bahasa Jawa ala Bapak yang sedikit susah untuk dimengerti, meski lebih greget juga didengernya).
***
_Doakan anakmu ini, Bapaak.... Setidaknya, do’akan diri ini menjadi perempuan yang ‘reh rahayu’ seperti katamu_
_Semoga apa yang diinginkan, sama dengan apa yang hendak Allah takdirkan... Kali ini, biarkan lah waktu yang bercerita apakah rasa semakin besar atau justru semakin memudar. Karena hakikatnya cinta adalah melepaskan, jika ia memang sejati , pasti akan kembali dengan cara-cara yang mengagumkan. Selalulah bersabar, selalulah berdo’a_ (Nyuplik TereLiye)

                     Jogja, 19 Agustus 2018 (03.10 dini hari)
                     Backsound masih favorit : Al Ghamidi

Sabtu, 18 Agustus 2018

Terus Saja

19.08 0 Comments

Istiqomah dan iman itu selalu jatuh bangun
Namun,
Terus saja istighfar
Terus saja bertaubat
Terus saja memperbaiki diri
Terus saja berdoa, memohon pertolongan, supaya Allah bimbing dan mampukan
Hingga,
Waktunya kau pulang
Dengan,
Husnul khotimah