Untuk Desi
Tilinili
14.24
0 Comments
Entahlah, ini akan menjadi surat
ke-sekian yang sampai ke tanganmu. Tujuh? Enam? Tidak ingat persis.
“Mau minta apa?” Tanyaku hari lalu. “Surat”. Katamu. Dan kau akan tunggu, di sini (jangan lupa tinggalkan pesan-ala ala ngiklan).
Sejujurnya, pikiranku sedang habis
ide untuk merangkai kata-kata. Sudah lama tidak baca novel Des, hehe. Tapi, pada
akhirnya, aku banyak menulis sembari berkereta. Dan mengesankan.
Entah sampai mana perjalananku
kali ini, sejenak kutengok di balik kaca. Pepohonan berjajar rapi, tidak rendah
tidak pula tumbuh begitu tinggi. Hamparan sawah kering, padi-padi yang
tampaknya usai dipanen, juga, bukit-bukit kecil tumpukan jerami yang menguning.
Apa yang harus kusampaikan padamu, sholihah?
Ucapan selamat? Ah, apalah arti
bilangkan angka yang semakin menua. Bilangan angka hanya akan berarti bila
bilangan amal baik juga bertambah dan bernilai di mataNya
Pujian? Ah, apalah arti pujian.
Sedang antara kita sudah sama-sama tahu, sama mengerti, tentang baik-buruk juga
kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hakekat terpenting adalah penerimaan
yang tulus bukan?
Nasehat? Ah, apalah arti ucap nasehat
yang berurai-urai. Sedang sepanjang hari, di setiap detik-detik yang terlewati,
kita sama-sama sedang belajar mengambil nasehat.
Do’a? Jangan kau tanya lagi soal
ini. Betapa doa yang mengudara selalu menjadi bagian yang paling kunanti dan yang
paling menenangkan hati. Maaf jika tak sepanjang doaku mengingatmu, tapi
percayalah, wajahmu kerap muncul, namamu tetap sering, harapanmu tetap coba
kuurai.
Baiklah. Mari kita mengingat kenangan saja. Tentang Saksi-saksi
bisu.
24. Kali pertama kita bersua sepertinya
kau masih berbilang belasan ya, 18. Enam tahun sudah berlalu. Kos Maskulin.
Kamar dekat pintu, tetanggaan. Embah dan pisang. Bakso kharisma dan boncengan
motor bertiga. Televisi dan berebut Jodha. Jilbab putih yang “katamu” mau kausimpan
sampai nikah. Mulai dari Tutut; Ainur-Kikip sampai Intan-Maya, teman-temanmu.
Rupanya temanku yang kau ingat di luar kepala hanya tunanganku Shinta. Hehe.
Mulai dari siapa lagi Des? Perlu kusebutkan?
Ah, kalau soal ini aku pura-pura lupa saja, pilihanmu, dan tetap kau yang
memilih. Asrama Dafa dan Mbak Ulfi (yang kemudian jadi tetangga juga). Soto dan
Pak Genit. Tahsin bareng yang “gagal”. Ngajar Tpa yang “wacana”, hehe. Ohiya,
yang pasti, gamis-gamis yang membuatku merasa “cantik”. Satu lagi, aku masih
boleh jadi “bulek” kan ya?
Berikutnya, mari tetap mencipta
kenangan. Mari tetap saudaraan. Mari tetap deketan. Mari tetap saling beriringan
jalan, hingga sampai dan tinggal di surga, dan disana tetap sahabatan.
#14 : 08
#Perjalanan Purworejo-Jakarta
#24 (+1hari) Usia Desi (sholihah
yang –semoga- segera nikah –biar malaikat juga mengaminkan untuk yang nulis-)
#Terimakasih untuk enam tahun kita
saling mengenal. Jangan lupa, masih ada janjimu mau jadi panitiaku. Jangan
pulang dulu. Hehehe