Follow Us @whanifalkirom

Kamis, 30 Agustus 2018

Untuk Desi


Entahlah, ini akan menjadi surat ke-sekian yang sampai ke tanganmu. Tujuh? Enam? Tidak ingat persis.

Mau minta apa?” Tanyaku hari lalu. “Surat”. Katamu. Dan kau akan tunggu, di sini (jangan lupa tinggalkan pesan-ala ala ngiklan).
Sejujurnya, pikiranku sedang habis ide untuk merangkai kata-kata. Sudah lama tidak baca novel Des, hehe. Tapi, pada akhirnya, aku banyak menulis sembari berkereta. Dan mengesankan.

Entah sampai mana perjalananku kali ini, sejenak kutengok di balik kaca. Pepohonan berjajar rapi, tidak rendah tidak pula tumbuh begitu tinggi. Hamparan sawah kering, padi-padi yang tampaknya usai dipanen, juga, bukit-bukit kecil tumpukan jerami yang menguning.

Apa yang harus kusampaikan padamu, sholihah?
Ucapan selamat? Ah, apalah arti bilangkan angka yang semakin menua. Bilangan angka hanya akan berarti bila bilangan amal baik juga bertambah dan bernilai di mataNya
Pujian? Ah, apalah arti pujian. Sedang antara kita sudah sama-sama tahu, sama mengerti, tentang baik-buruk juga kelebihan dan kekurangan masing-masing. Hakekat terpenting adalah penerimaan yang tulus bukan?
Nasehat? Ah, apalah arti ucap nasehat yang berurai-urai. Sedang sepanjang hari, di setiap detik-detik yang terlewati, kita sama-sama sedang belajar mengambil nasehat.
Do’a? Jangan kau tanya lagi soal ini. Betapa doa yang mengudara selalu menjadi bagian yang paling kunanti dan yang paling menenangkan hati. Maaf jika tak sepanjang doaku mengingatmu, tapi percayalah, wajahmu kerap muncul, namamu tetap sering, harapanmu tetap coba kuurai.

Baiklah. Mari kita mengingat kenangan saja. Tentang Saksi-saksi bisu.

24. Kali pertama kita bersua sepertinya kau masih berbilang belasan ya, 18. Enam tahun sudah berlalu. Kos Maskulin. Kamar dekat pintu, tetanggaan. Embah dan pisang. Bakso kharisma dan boncengan motor bertiga. Televisi dan berebut Jodha. Jilbab putih yang “katamu” mau kausimpan sampai nikah. Mulai dari Tutut; Ainur-Kikip sampai Intan-Maya, teman-temanmu. Rupanya temanku yang kau ingat di luar kepala hanya tunanganku Shinta. Hehe. Mulai dari siapa lagi Des? Perlu kusebutkan? Ah, kalau soal ini aku pura-pura lupa saja, pilihanmu, dan tetap kau yang memilih. Asrama Dafa dan Mbak Ulfi (yang kemudian jadi tetangga juga). Soto dan Pak Genit. Tahsin bareng yang “gagal”. Ngajar Tpa yang “wacana”, hehe. Ohiya, yang pasti, gamis-gamis yang membuatku merasa “cantik”. Satu lagi, aku masih boleh jadi “bulek” kan ya?

Berikutnya, mari tetap mencipta kenangan. Mari tetap saudaraan. Mari tetap deketan. Mari tetap saling beriringan jalan, hingga sampai dan tinggal di surga, dan disana tetap sahabatan.

#14 : 08
#Perjalanan Purworejo-Jakarta
#24 (+1hari) Usia Desi (sholihah yang –semoga- segera nikah –biar malaikat juga mengaminkan untuk yang nulis-)
#Terimakasih untuk enam tahun kita saling mengenal. Jangan lupa, masih ada janjimu mau jadi panitiaku. Jangan pulang dulu. Hehehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar