Follow Us @whanifalkirom

Sabtu, 25 Januari 2014

Tingkatan 'Menunggu'

20.47 0 Comments
Menunggu dosen, kurang lebihnya sama dengan murid menunggu gurunya datang ke kelas. Sebagian ada yang kecewa, namun sebagian lain (mungkin sebagian besar) justru senang tatkala tahu guru akan terlambat, bahkan tidak hadir sekalipun. Bersorak.

Menunggu teman saat janji bertemu. Tidak terlalu masalah, meskipun perjanjian nanti pada jam sekian, tapi tetap saja ada embel-embel “kalau udah hampir sampai hubungi lagi ya” atau “ni, aku berangkat, kamu juga siap-siap berangkat”. Masih bisa diakali laah, biar proses menunggu itu tidak terlalu lama.

Menunggu teman lain saat rapat. Sebagian ada yang acuh-acuh saja, yang penting rapat tetap dimulai tepat waktu. Terlambat dan tertinggal informasi itu urusan mereka. Namun, lain cerita jika yang ditunggu adalah orang dengan posisi penting dalam rapat. Juga, lain cerita jika kita adalah satu-satunya orang yang datang tepat waktu (bagaimana mau memulai sendiri?). Sebel tertolerir, masih bisa menghujam pertanyaan lewat sms / telepon “Sampai mana?” “mohon hadir secepatnya, sudah ditunggu”, dan bla bla.

Menunggu dimulainya acara. Jelas sekali, undangan / publikasi tertera pukul 08.00 – 11.30. Namun ternyata, seringkali waktu yang tertera merupakan satu jam sebelum acara dimulai. Alasan populer “toleransi waktu bagi yang sengaja datang terlambat”. Nah, lama-lama semua orang tahu juga, jika aturan mainnya begitu. Lalu? Semakin molor dech acara, yang menunggu anteng-anteng aja, selama snack, gadget, temen ngobrol, atau hiburan lainnya tersedia. Bagi yang tidak? Entahlaah.

Menunggu angkutan umum. Ini melibatkan faktor ‘keberuntungan’. Bisa jadi baru beberapa menit menunggu, angkutan sudah nampak lewat di depan mata. Tapi, terkadang berjam-jam berdiri di tepian jalan raya, angkutan yang ditunggu tak kunjung datang. Ditambah lagi masih ada acara ‘ngetem’ menunggu penumpang berlama-lama. Sayangnya, mau bagaimana lagi? Menggerutu, merubah mood (Pernah sampai nangis saya, Jogja-Rumah memakan waktu 7 jam).

Menunggu datangnya kabar baik (nilai keluar, lulus seleksi sekolah / pekerjaan, menang kompetisi / lomba, dll). Sebagian orang, akan mengingat tanggal di setiap harinya sambil menenangkan diri ‘sekian hari lagi’. Sebagian lain justru terkadang lupa jika sedang menunggu. Namun yang pasti, beberapa saat sebelum kabar itu akhirnya datang, jantung mendadak deg-degan, dan permohonan do’a semakin banyak terucapkan.

Nah ini, menunggu yang paling istimewa. Menunggu pasangan hidup. Tanpa tahu kapan datangnya, tanpa tahu siapa dia sesungguhnya, tanpa tahu tempat pertemuan pastinya. Menarik bukan? Karena itulah, tidak sama dengan menunggu dosen datang, tidak sama dengan menunggu teman janji, tidak sama dengan berbagai hal menunggu lainnya. Menunggu yang ini akan melahirkan berbagai macam rasa (sedih suka kecewa bahagia, bisa jadi) , juga melahirkan berbagai macam cerita (tak terduga, bisa jadi).

Untuk semua proses menunggu, bersabarlah... Semua akan indah pada waktunya...

Jumat, 24 Januari 2014

Mengapa "Berjama'ah?"

03.05 0 Comments

Adalah menjadi kewajiban seorang muslim untuk hidup dalam jamaah. Sebagaimana Allah berseru dalam firmanNya “Dan hendaklah ada di antara kalian segolongan orang yang mengajak kepada kebaikan dan memerintahkan yang makruf dan mencegah yang munkar, dan mereka itulah orang-orang yang beruntung” (Q.S Ali Imran : 104). Disinilah Allah mengajarkan kepada kita dengan sepotong kalimatNya “segolongan orang” yang berarti “segolongan umat” atau “segolongan jama’ah”. Ya, amar makruf nahi munkar merupakan kewajiban mutlak bagi setiap individu dalam sebuah jama’ah, individu umat.
Pastinya, ada banyak alasan mengapa Allah mewajibkan kita berjama’ah. Selalu ada makna kebaikan dibalik perintah yang Ia sampaikan. Untuk kita sebagai individu, untuk kita sebagai manusia sosial, untuk kita sebagai manusia beragama, sudah pasti untuk tegak kebenaran islam pastinya. Sebagai umat islam, tentu saja tidak lepas dari kehidupan Rasulullah saw. Sosok pribadi agung yang tiada hentinya harus kita teladani. Bagaimana kehidupan sehari-hari, pun bagaimana kehidupanya dalam mengemban dakwah.  Beliau yang selalu berjuang dari awal, bermula membina, mengukuhkan, juga memperkuat kelompok yang kelak turut serta bersatu dalam perjuangannya. Tanpa lelah terus menyeru, hingga Allah mempertemukan dengan sekelompok orang dari suku Aus dan Khazraj. Merekalah, yang akhirnya menjadi pejuang, dengan segenap tenaga membela dakwahnya. Demikianlah Rasulullah, melalui metode berjama’ah beliau berdakwah. Tidakkah kita layaknya mengikuti jejak beliau?
Ya, hidup dalam jama’ah adalah rahmat. Allah menegaskan melalui firmanNya “Dan jika Tuhanmu menghendaki niscaya Dia menjadikan manusia umat yang satu, akan tetapi mereka selalu berselisih. Kecuali orang yang dirahmati Tuhanmu, dan demikianlah Dia menciptakan mereka....” (Q.S Hud : 118 – 119). Hanya dengan rahmat dariNya lah manusia dilindungi dari perpecah belahan juga dilindungi dari sebuah perselisihan. Sederhana saja, bukankah sekedar hubungan yang kurang baik saja mendatangkan berbagai ketidaknyamanan, apalagi jika yang terjadi adalah perselisihan dimana-mana?
Dalam jama’ah, disanalah kebaikan terhimpun. Karena, persaudaraan yang hakiki, ada sebuah interaksi untuk saling mengingatkan antar sesamanya. Memahami baik, tolong menolong hanyalah dalam kebaikan dan ketakwaan. Mengerti sepenuhnya, hakekat ‘nahi munkar’ adalah dengan tidak membiarkan saudaranya terjerumus dalam perilaku yang tidak sesuai dengan aturan Al Qur’an dan sunnah rasulnya. Firman Allah dalam Q.S Ali Imran : 103 “Dan berpegang teguhlah kamu kalian kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kalian berpecah belah, dan ingatlah nikmat Allah kepada kalian tatkala bermusuh-musuhan, maka Dia satukan hati-hati kalian hingga jadilah kalian bersaudara dengan nikmatNya dan kalian berada di tepi jurang api neraka lalu Dia menyelamatkan kalian darinya, demikianlah Allah menjelaskan kepada kalian ayat-ayatNya agar kalian mendapat petunjuk”.
Dalam jama’ah, disanalah pertolongan Allah tiada diragukan. Jelas sekali Allah memberikan aturan main kepada umat manusia “Jika kalian menolong agama Allah, maka dia akan menolong kalian dan mengokohkan pendirian kalian” (Q.S Muhammad : 7). “Dan janganlah kalian berselisih, maka kalian akan gagal dan akan lenyap kekuatan kalian” (Q.S Al Anfal : 46). Itulah salah satu bukti sebuah keadilan, ada balasan baik atas amalan baik. Begitu juga, sebaliknya. Semoga kita menjadi salah satu diantara sekian yang istiqomah membela agamanya. Aamiin.
Dalam jama’ah, disanalah terbangun pagar kokoh yang melindungi kebenaran.  Dalam sebuah hadits dikatakan “Sesungguhnya Allah menjamin umatku bersepakat / berjama’ah dari kesesatan”. Juga dalam jama’ah, disanalah kekuatan berpadu menjadi kemenangan. Banyak sekali peng-ibaratan yang kita tahu, sapu lidi jika tiap tangkai kita lepaskan, lantas kita patahkan, mudah sekali. Namun, tidak lagi mudah begitu kita satukan dalam satu genggaman. Pepohonan, bahkan tidak gentar dengan terpaan angin besar yang menumbangkan, karena tahu persis akarnya tumbuh kuat menghujam ke dalam, batangnya kokoh menyangga beban, pula daun dahannya justru memberi irama begitu angin berhembus dengan suara ributnya.
*Kurang lebihnya mungkin begitu. Dari beberapa sumber juga catatan sendiri.

Rabu, 22 Januari 2014

^_^

06.31 0 Comments
Dalam sepi,
Engkau datang,
Beriku kekuatan tuk bertahan...

Kau percaya,
Aku ada,
Kau yang aku inginkan, selamanya...

Kau adalah hatiku,
kau belahan jiwaku,
Seperti itu ku mencintamu sampai mati...

Di hidupku, yang tak sempurna
Kau adalah hal terindah yang kupunya...

Kau adalah hatiku,
Kau belahan jiwaku,
Seperti itu ku mencintamu sampai mati...
(Utopia – Mencintaimu Sampai Mati)

Aku bernyanyi untukmu, ibu :)

Jumat, 10 Januari 2014

Khadijah Binti Khuwailid

22.20 0 Comments
Saudariku,
Mari mengenal mereka,
Ibunda kita,
Wanita-wanita terbaik,
Para ibu yang turut serta memancarkan fajar islam,
Guru – guru teladan,
Penyemai kehormatan, peraih kemuliaan, tegak kokoh bersama kebenaran,
Ya, mereka-mereka wanita yang dirindukan surga,...

KHADIJAH BINTI KHUWAILID


Beliau adalah Ummu Al-Qasim binti Khuwailid bin Asad bin Abdul ‘Uzza bin Qushai bin Kilab. Lahir dari seorang ibu bernama Fatimah bin Za’id, di Makkah pada tahun 556 Masehi. Menikah dengan Abu Halah bin Zurarah At-Tamimi (meninggal) lalu menikah lagi dengan ‘Atiq bin ‘Abid bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Menjadi seorang janda, kemudian menikah dengan Rasulullah saw. pada usia 40 tahun sebagai istri pertama sekaligus pemberi keturunan kepada beliau.

Beliau adalah seorang saudagar kaya raya yang dermawan, cerdas, berpikiran matang, dan pandai menjaga kehormatan. Mendapat gelar Ath-Thahirah, yang berarti wanita suci.

Beliau adalah ibunda para mukminin, ibunda dari segala kemuliaan. Wanita pertama yang masuk islam, orang pertama yang shalat bersama Rasulullah saw. Wanita pertama yang mendapat jaminan akan masuk surga. Manusia pertama yang mendapat salam dari Tuhannya. Subhanallah..
( Diriwayatkan dari Abu Hurairah Ra.: Jibril datang kepada Nabi Saw. dan berkata  : “Wahai Rasulullah, ini dia Khadijah, datang kepadamu dengan membawa makanan. Jika dia sampai, sampaikan salam dari Tuhannya (Allah) dan salam dariku, dan berikan kabar gembira untuknya tentang tempatnya di surga yang terbuat dari Qasab, di mana tidak akan ada keributan ataupun masalah di sana.” (HR. Bukhari) )

Beliau yang mendapat rambu-rambu dari Allah, melalui mimpi dalam lelapnya di suatu malam. Bahwa da matahari besar yang turun perlahan dari langit kota Makkah dan berhenti tepat di atas rumahnya.  Saat malam berganti pagi, bergegas datang kepada Waraqah bin Naufal (Sepupu Khadijah), menceritakan mimpi yang dialaminya. Waraqah dengan berwibawa menjawab “Berbahagialah wahai sepupuku. Seandainya Allah benar-benar membuat mimpimu menjadi kenyataan, maka cahaya kenabian akan masuk ke rumahmu. Dan darinya, akan terpancar cahaya risalah nabi terakhir”.

Beliau yang bijaksana, sehingga dengan hatinya ia menjatuhkan pilihan kepada Rasulullah sebagai teman hidup. Laki-laki yang saat itu miskin, namun kemuliaan hati dan kebaikan sifat yang terpancar memberikan keyakinan kepada Khadijah untuk melamarnya. Melalui seorang sahabat karib, Nafisah binti Munabbih, datang kepada Muhammad dan berkata “Wahai Muhammad, apa yang mengahalangimu untuk segera menikah?” Muhammad menjawab, “Aku tidak memiliki bekal (harta) untuk menikah” Nafisah berkata, “Bagaimana jika masalah harta tidak dianggap menjadi masalah dan ada yang menawarkan kepadamu kekayaan, kecantikan, kemuliaan, dan kesetaraan. Apakah engkau mau menikahinya?” Dengan penuh keheranan, Muhammad bertanya, “Siapa Dia?” Nafisah langsung menjawab, “Khadijah binti Khuwailid” Muhammad kemudian berkata, “Seandainya dia benar-benar menawarkan hal itu kepadaku, tentu aku akan menerimanya”. Tentu saja, menikahlah beliau dengan Muhammad saw, pernikahan yang berkah.

Beliau yang selalu mengutamakan orang lain. Tatkala tahu bahwa Rasulullah saw sangat menyukai zaid bin Haritsah, maka ia segera menghibahkan Zaid kepadanya. Tatkala Halimah datang kepada Rasulullah dengan segala keluhan, dengan senang hati ia berikan 40 ekor kambing dan seekor unta untuk membawa air, serta memberi perbekalan yang cukup hingga Halimah sampai di kampung halaman.

Beliau, istri mulia yang setia mendampingi dakwah Rasulullah saw selama hampir setengah abad. Bermula turun wahyu pertama, yang membuat Rasulullah ketakutan. Kemudian ia menenangkan hatinya dari gelisah, memberinya kenyamanan saat gundah, mengingatkan kebaikan yang selama ini dilakukannya, menegaskan bahwa Allah tak mungkin menghinakan dengan peristiwa itu. Bertekad tetap tegar dalam menghadapi segala rintangan, membela dari musuh-musuh, siap sepenuh hati turut merasakan penderitaan dan kesusahan. Memilih membersamai Nabi dengan meninggalkan status kaya raya dan kehidupan mewahnya. Sanggup kehilangan kemewahan dan kenikmatan hidupnya untuk terkorbankan membela islam.

Khadijah, wanita yang Allah pilihkan untuk mendampingi orang pilihan.. Semoga tiada henti kita untuk meneladaninya, aamiin

Selasa, 07 Januari 2014

Eliana

18.56 0 Comments
Novel Karya Tere Liye kembali menambah kesibukanku saat ini. Sebenernya, sudah agak lama tersimpan rapi dalam rak buku, tapi masih banyak buku-buku dan novel-novel lain yang belum terbaca sama sekali. Eliana. Buku ke-4 dari serial anak-anak mamak, setelah Burlian, Pukat, dan berikutnya Amelia.
Eliana, Anak sulung mamak. Tak berbeda dengan anak kecil pada umumnya, seringkali usil, juga jahil. Bermain ‘iseng’ bersama kawan-kawan, membenci teman kelas (namun pada akhir menjadi sahabat), membentuk genk bernamakan “tiga musang” (namun berganti menjadi “empat buntal”), mengeluh saat di suruh, dan berbagai ‘kenakalan-kenakalan’ lainnya.
Menjadi Anak mamak, yang galak. Menjadi anak Bapak, yang tegas berprinsip. Dengan pendidikan yang baik dalam keluarga, tumbuhlah ia menjadi anak jahil yang spesial.
Eliana sang pemberani. Ia berani teriak kencang demi membela kehormatan Bapak. Berkata dengan lantang “Jangan Hina Bapakku! Kami memang orang miskin. Baju ini juga lungsuran, di beli di pasar loak. Lantas kenapa? Apa itu hina? Kehidupan rendahan? Asal kau tahu, Bapakku tidak akan pernah menjual seluruh kampung kepada kalian”. Begitulah sepenggal luapan ‘marah’ Eli di tengah-tengah tegangnya perbincangan Bapak bersama pejabat provinsi kabupaten.
Eliana yang cerdas. Seluruh kampung tentunya tahu, ia anak paling pandai di dalam kelas. Tidak ada yang berani bersaing melawannya, kecuali Marhotap –Si pemalas dan Si jarang mandi- yang mendapat tantangan dari Pak Bin untuk mengalahkan Eli. Ia anak paling pandai di tempatnya mengaji. Nek Kiba –guru ngaji- sendiri yang membela Eli, tatkala ia memaksa mengumandangkan adzan demi mempertahankan kehormatan seorang wanita. Nek Kiba sendiri yang turun tangan menjelaskan kepada Eli, agama pun punya aturan main, hingga ia menyadari kekeliruannya. Perempuan tetap terhormat, meskipun tidak semua hal bisa dilakukannya, termasuk mengumandangkan adzan.
Eliana yang perhatian. Bahkan saat seluruh keluarga di rumah tidak menyadari mimik wajah Burlian yang berubah, Tingkah Burlian yang memilih diam saat semua berkumpul makan malam, pekerjaan Burlian yang ‘tersembunyi’ di kamar dengan pintu tertutup, Eliana lah yang  sigap sadar dan sibuk bertanya-tanya. Hingga pada akhir menemukan jawaban, bersamaan dengan seluruh keluarga dan warga kampung juga tahu sebab muasalnya.
Eliana yang jujur. Meskipun dalam berbagai kesempatan, bisa saja ia mengarang alasan untuk melindungi dirinya dari kemarahan orang lain, ia urung melakukannya. Memilih bilang yang sebenarnya, meskipun takut-takut beresiko ‘dimarahi’.
Eliana yang berjiwa besar. Segera sadar atas kekeliurannya berfikir mamak membencinya. Dengan hati menyesal, air mata menumpah tangis, memeluk mamak dari belakang, “Maafkan Eli, Mak”..
Eliana yang hebat. Cita-cita mulia ia kukuhkan. Menjadi pembela kebenaran dan keadilan. Menjadi pembela orang-orang lemah dan tersisihkan. Menjadi pembela lingkungan hidup yang terancam. Berdiri paling gagah, paling depan, paling nomor satu.

Menurut saya, novel ini sangat bagus. Saya bisa berimajinasi, membayangkan bagaimana kehidupan Eliana beserta keluarganya di kampung (Karena saya juga orang kampung mungkin, hehe) . Keluarga sederhana, Sungai-sungai mengalir, hutan lebat, sekolah seadanya, minim SDM guru, dan lain-lain. Alur ceritanya runtut, mudah dipahami. Memuat pendidikan yang baik, profil keluarga dan warga kampung yang (layak) ditiru. Hanya saja, terkadang ‘agak’ membosankan dan ‘kurang’ membuat penasaran alias datar ceritanya. Bagi kalian yang belum membaca, recomended J

Ada beberapa petikan kalimat dan nasehat yang bagus dari novel ini,


Jangan pernah bersedih ketika orang-orang menilai hidup kita rendah. Jangan pernah bersedih karena sejatinya kemuliaan itu tidak pernah tertukar. Boleh jadi orang-orang menghina itulah yang lebih hina. Sebaliknya, orang-orang yang dihinalah yang lebih mulia. Kalian tidak harus membalas penghinaan dengan penghinaan, bukan? Bahkan, cara terbaik menanggapi olok-olok adalah dengan biasa-biasa saja. Tidak perlu marah, tidak perlu membalas"

“Kata tetua bijak, manusia memiliki sendiri hari-hari spesialnya Ada hari ketika ia dilahirkan, hari mulai belajar merangkak, hari mulai belajar berjalan hingga bisa berlari. Manusia tumbuh besar dengan hari-hari. Jatuh, bangun, sakit, sehat, tertawa,menangis, sendirian, ramai, sukses, gagal, semua dilalui bersama hari-hari. Tentu temask salah satunya hari ketika kita bertemu dengan pasangan hidup.”

“Masih ingat apa yang pernah Bapak bilang, Amel. Semakin benar sebuah cerita, semakin menyangkal orang-orang.”

“Hakikat cinta adalah melepaskan. Semakin sejati ia, semakin tulus kau melepaskannya. Percayalah, jika itu memang cinta sejati kau, tidak peduli aral melintang, ia akan kembali sendiri padamu. Banyak sekali para pencinta di dunia ini yang melupakan kebijaksanaan sesederhana itu. Malah sebaliknya, berbual bilang cinta, namun dia menggenggamnya erat-erat.”

“Tidak ada urusan baik yang dilakukan dengan cara buruk. Tidak selalu hal menyakitkan harus dibalas dengan rasa sakit.”

“Jika kalian tidak bisa ikut golongan yang memperbaiki, maka setidaknya, janganlah ikut golongan yang merusak. Jika kalian tidak bisa berdiri di depan menyerukan kebaikan, maka berdirilah di belakang. Dukung orang-orang yang mengajak pada kebaikan dengan segala keterbatasan. Itu lebih baik”

“Nak, Jika kau tahu sedikit saja apa yang telah seorang Ibu lakukan untukmu, maka yang kau tahu itu sejatinya bahkan belum sepersepuluh dari pengrbanan, rasa cinta, serta rasa sayangnya kepada kalian”.

Cold Eyes

00.42 0 Comments

Genre : Aksi, Drama, Kejahatan
Tanggal Rilis Perdana : 04 Juli 2013 (Korea Selatan)
MPAA Rating : Bimbingan Ortu
Durasi : 118 min.
Studio : Next Entertainment World
CAST & CREW
Sutradara : Jo Eui Seok, Kim Byeong Seo
Produser : Lee Yu-jin
Penulis Naskah : Jo Ui-seok
Pemain :  Seol Kyeong Gu, Jeong Woo Seong, 
Han Hyo Joo, Jin Kyeong, Junho, Lee Dong Jin

(Sumber : Wowkeren.com)


(Dulu), Saya penggila drama Korea (tingkat akut mungkin). Semenjak SMP, kenal pertama kali dengan judul “My Girl” yang tayang di salah satu stasiun televisi, saya langsung tertarik mengikutinya. Meskipun waktu itu, melewatkan banyak episode (karena berebut stasiun tv dengan kakak, dan kalah), ya, jadinya tidak tahu persis detail alur cerita. Kemudian, dikenalkan kembali dengan judul lain saat SMA, “Boys Before Flowers”. Karena SMA tinggal di kost bersama kawan-kawan (yang sebagian besar juga penggemar drama Korea), tentunya saya lebih intens menonton daripada sebelumnya. Setelah itu, terpikat dengan drama “Prosecutor Princess”, yang meskipun sedikit sekali episode saya tonton, tapi ternyata masih teringat saja ni bagian-bagian ceritanya sampai sekarang. Ckckck
Alhasil, setelah kuliah, dan mempunyai netbook sendiri, begitu leluasa hati. “My Girlfriend Is Gumiho” – “Secret Garden” – “Love Story In Harvard” – “Love Rain” – “King To Heart” – “The Moon The Embraces Te Sun” – “Rooftop Princess” – “Heartstring” – “All About My Romance” – dan berderetderet judul lainnya.
Akhir-akhir ini, Alhamdulillah, sedikit memudar. Meskipun (masih) mengikuti, seperti “The Winter The Wind Blows” atau “The Heirs” atau “Marry Him If You Dare” tapi saya tidak full menontonnya. Kali ini dipercepat. Saat biasanya butuh 16 jam untuk mengahabiskan, sekarang cukup satu sampai dua jam. Atau Menonton satu episode awal, dan berikutnya bertanya sama teman bagaimana kelanjutan cerita. Atau, cukup membaca sinopsis bagian awal dan akhirnya. *Yeay
(Sekarang) masih proses, supaya tidak sekedar pudar keinginan nonton itu, tapi supaya tidak sama sekali.  Boleh lah tahu, tapi tidak untuk dikonsumsi. #ApaSichManfaatnyaDramaKorea? Boleh kawan, berbagi saran dan nasehatnya ^_^

Tapi kali ini, saya suka sama film (masih Korea), dengan judul Cold Eyes. Nah, beginilah sinopsisnya... *Pengantarnya panjang banget, kurang nyambung lagi


Ha Yoon Ju, seorang perempuan yang sedang dilatih untuk masuk menjadi anggota baru Kepolisian unit kriminal khusus Korea. Menjadi mata-mata dan mengikuti setiap gerak-gerik rekan unit tersebut, sebagai ujian, dan sempurna. Ia berhasil menunjukkan gerak orang yang diikuti tepat bersama jam dan durasi waktunya.

Selamat bergabung Ha Yoon Ju. Ia bersama timnya bertugas mengawasi penjahat kelas tinggi, dan saat itu dihadapkan pada sebuah kasus pencurian bank, dimana dalang pelakunya adalah penjahat profesional dan berpengalaman.

Kinerja dimulai. Koordinasi yang tepat bersama tim, aturan main yang tidak boleh dilanggar, penempatan lokasi yang sesuai, serta keterpaduan antara anggota di lapangan beserta di kantor, semua telah siap. Rencana matang.

Setelah perjuangan keras, bahkan salah satu anggota tim meninggal dalam bertugas, akhirnya dalang pelaku pencurian bank tersebut tertangkap dan tertembak. Meskipun beberapa waktu sempat terhenti karena konflik internal, tetapi mereka kemudian menyadari harus tetap bergerak dan bekerjasama. Yah, begitu seterusnya. Tetap mengawasi kegiatan para penjahat, menarik tali peristiwa dari satu tersangka untuk menangkap tersangka lainnya.

Kamis, 02 Januari 2014

Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin

01.42 0 Comments
Novel ini, 
Berkisah tentang cinta, cinta yang sama-sama tak tersampaikan. Seorang gadis kecil (Tania), diam-diam punya rasa (yang entah apa itu namanya) terhadap laki-laki dewasa (Danar). Dialah penolong sekaligus penopang hidup dari segala keterbatasan ekonominya, memberikan awal harapan baru untuk hidup terus maju.  Dengan janji Tania kala itu, untuk selalu menuruti apapun, asalkan dia yang meminta. Dengan tekad Tania kala itu, untuk berusaha memantaskan diri, dengan menjadi gadis dewasa nan cantik dan pintar.
Benar saja, Tania tumbuh sesuai harapan. Tetapi, kehidupan cinta tak selalu sesuai keinginan. Disinilah, ia memahami bahwa cinta tak harus memiliki. Ia memahami, bahwa ‘daun yang jatuh tak pernah membenci angin, membiarkan dirinya luruh begitu saja’. Dengan dukungan seorang adik (Dede) yang menjadi partner suka-dukanya, kini Tania memutuskan untuk pergi, jauh, demi kebaikan dirinya (Tania) dan dirinya (Danar)...
Selamat Membaca....


Rabu, 01 Januari 2014

Happy New Year

06.19 0 Comments

Lama nggak berurusan dengan kalender, tiba-tiba tahun sudah berganti. Eh, 2014..
Tahun baru ya? Kemana?
Oke, aku juga merayakan tahun baru kok. Hanya saja, merayakannya sama layaknya hari-hari biasa. Hari  hari penuh syukur atas kesempatan hidup yang masih tersisa, atas karunia sehat yang masih terasa, dan atas rizki yang tiada pernah habisnya...” Alhamdulillah..
Di rumah, semoga menjadi salah satu moment istimewa yang tak pernah terlupa. Kebersamaan dengan orang-orang terkasih, kedua orangtua. Ya, mereka, yang cintanya padaku tak diragukan lagi. Dan akupun mencintainya. Hmm, tak akan kemana, tahun baru berikutnyapun, jika memungkinkan, aku akan memilih rumah menjadi penghabisan waktu akhir tahunku. Karena, sungguh, tak tahu seberapa besar lagi kesempatan yang Allah berikan untuk kebersamaan ini, dan inilah waktuku yang indah...

Selamat membuat time line hidup 2014..... Semoga Allah memudahkan segala rencana,