“Aku Berdoa Untuk Kebahagiaanmu”
Dengan
berjingkat-jingkat sepanjang bangsal untuk melihat keadaan anak-anak, aku
berjalan dan berdiri disamping ranjang anak laki-laki di ujung barisan.
Sepertinya ia berumur sepuluh tahun dan memandangku dengan matanya yang besar
dan indah. Dokter mengatakan bahwa anak itu akan sembuh, tapi aku takut
kata-katanya itu hanya untuk menentramkanku, karena kondisi anak terlihat
sangat buruk.
“Sentuhlah
dia”. Kata dokter. Jadi aku menyentuh kakinya yang kurus, tulangnya terlihat
jelas. Kakinya keras dan kering, sama sekali tidak terasa seperti kaki manusia.
Itulah ciri penyakit tetanus. Otot-otot kaki jadi kaku dan semuanya mengejang.
Anak itu sedang demam dan sangat menderita.
Ia terus
menatapku, jadi aku berkata dalam bahasa Jepang “Dokter sudah melakukan
sebisanya untukmu, dan katanya kau akan segera sembuh. Jadi, bergembiralah,
karena semuanya akan baik-baik saja!”.
Anak itu
berusaha keras mengatakan sesuatu. Saat itulah aku melihat ternyata bukan hanya
kaki dan tangannya yang kaku, tapi juga yang lain, termasuk bibir, lidah,
bibir, pita suara, dan rahangnya. Meskpun demikian, anak itu mengerahkan
seluruh kemampuannya dan berhasil mengatakan sesuatu. Aku bertanya pada perawat
apa yang dikatakan anak itu. Perawat memberitahuku bahwa anak itu, yang tampak
sekarat berkata padaku “Aku berdoa untuk kebahagiaanmu”.
***