Follow Us @whanifalkirom

Minggu, 31 Desember 2017

Maskulin Family

01.14 0 Comments
Meski, tak lagi bertemu dalam tatap, bersapa dalam tawa, dan bahagia ketika saling menghina. Ternyata, permulaan tujuh tahun lalu, ketika langkah-langkah kaki kita menuju pintu yang sama, itulah juga permulaan kita saling mengikat cinta menjadi keluarga.
Tak ragu aku mengaku, bahwa bersama kalian menjadi kenangan yang semakin abadi, bahwa kepada kalian masih selalu kusemaikan rindu. Mari selalu jumpa dalam doa.
Apa kabar, Bali, Gorontalo, Banyuwangi, Jakarta, Bangkabelitung, Sragen, Morowali, Kebumen, dan Jogja?
#Kabar Jogja, masih menunggu kalian.
#Edisi masih jadi anak kost-kost an, dan rupanya, maskulin tetap tak tergantikan
#Foto bersilam-silam, saat kita masih mesra-mesranya -_-

Nah, kalau begini kan cantik semua :P


Rabu, 27 Desember 2017

Kebaikan Itu Dimana-mana#3

13.56 0 Comments
Beberapa hari lalu, sore hari menjelang maghrib, pembelajaran TPA berakhir. Tentu, kalau ada santri yang belum dijemput, kami menunggu hingga semua dijemput atau jika memungkinkan diantar maka kami antar. Dan hari itu, salah seorang santri pulang bersama saya.
Beberapa meter sebelum rumahnya, lagi-lagi terdengar suara aneh dari motor saya. Dan tiba-tiba lajunya terhenti, sangat sulit untuk maju. Setelah saya periksa, ternyata sebabnya adalah rantai yang copot. Kupersilakan dia turun, berjalan sedikit menuju rumah, dan saya bersiap memutar balik untuk menuntun motor hingga bengkel yang saya tahu (meskipun sekedar menaruh saja, karena pasti sudah tidak melayani) .
Namun, tetiba seorang laki-laki berjalan cepat mendekati saya, dan bertanya “Katanya rantainya copot Mbak?”. Tidak lain adalah ayah dari santri yang tadi pulang bersama saya. Dengan sigapnya beliau memperbaiki rantai yang copot, dan membawanya ke bengkel milik saudaranya, karena kata beliau, sudah bisa jalan tapi masih rawan dan lebih baik dibawa ke bengkel dulu. Saya hanya berdiri manis menanti, dan pulang dengan terimakasih.

Conclusion:Sejatinya, kita hanya perlu yakin bahwa pertolongan Allah itu selalu dekat. Selalu ada cara bagi Allah untuk menolong hambaNya dimanapun kita berpijak, dalam setiap masalah apapun yang sedang kita hadapi ❤

Kebaikan Itu Dimana-mana#2

12.30 0 Comments
Sabtu sore, dua pekan yang lalu. Satu hari sebelumnya, saya sudah memberi kabar ke orangtua besok saya akan pulang ke rumah, sekalian perjalanan pulang dari menghadiri walimah rombongan sekolah di Kebumen. Waktu benar-benar tidak sesuai dengan yang saya estimasikan, awalnya saya pikir maksimal pukul tiga sudah berakhir acara, namun ternyata sudah hampir pukul lima sore masih berada di lokasi. Awalnya ragu batal atau tetap pulang. Namun, karena orangtua sudah kembali menanyakan, akhirnya saya tidak tega untuk tidak pulang.
Terimakasih kepada rombongan yang akhirnya lewat utara (tentu memakan waktu lebih lama untuk sampai di Jogja karena jalanan padat dan susah bagi bus besar untuk konstan melaju kencang). Lepas maghrib di Purworejo, tidak ada bus ataupun kendaraan lain menuju jalan pertigaan persimpangan rumah (tempat mas biasa menjemput). Penjual sate di sekitar lokasi saya menunggu kepastian tersebut (hehehe), berbaik hati menelfonkan sopir bus yang biasa berangkat paling terakhir (dan ternyata tidak jalan hari itu). Penjual sate itu pun memanggilkan salah seorang ojek dadakan (karena profesi sebenarnya bukan ojek) yang kemudian mengantarkan saya.
Perjalanan lancar, Alhamdulillah. Penampilan si Bapak itu “serem” sih, dengan rambut panjang dan ikalnya mengenakan blangkon, bercelana pendek, dan kaos oblong. Tapi, ramah. Beliau mengatakankan “Kalau butuh bantuan jangan sungkan-sungkan Mbak, saya selalu ada disana (dijelaskan pula tempat detailnya dimana beliau bisa dicari)”. Bahkan beliau meminta maaf kalau ada yang tidak nyaman, lah lah nggak salah apa-apa.
Sebenernya cerita “ojek” ini tidak terjadi kalau tidak ada miskom dengan kakak saya. Kakak saya memang sudah hendak menjemput di Purworejo, dan saya baru ngeh beberapa menit setelah turun dari ojek. Baiklah, tak mengapa

Kebaikan Itu Dimana-mana#1

12.09 0 Comments
Ahad sore tiga pekan yang lalu, saya berangkat dari rumah menuju Jogja. Sebelum memasuki perbatasan Purworejo-Jogja, saya melaju cukup pelan, karena jalan yang relatif sempit, sementara bus antar kota dari arah berlawanan seringkali berkecepatan luar biasa, saling menyalip menghabiskan ruas jalan. Hati-hati, dan aman seperti biasa.
Di tengah perjalanan, saya menjumpai kegiatan karnaval jalan (entah dalam rangka apa) yang barisannnya sangat panjang, sehingga menimbulkan kemacetan. Ada suara-suara aneh dari sepeda motor saya, apalagi seringnya rem dan gas bekerja. Hingga bunyi semakin nyaring, dan tiba-tiba motor mati, tidak lagi bisa distarter. Baiklah.
Saya menepi, tidak beranjak hingga karnaval selesai, dan jalanan mulai lengang, toh sedang tidak shalat pun. Maghrib sudah lama berlalu. Tadi, orang-orang bilang, bengkel masih sangat jauh, apalagi ahad banyak yang tutup (dan sudah sore). Tapi, tidak ada solusi lain, selain mulai bergerak mencari bengkel bukan? Tidak sejauh yang saya bayangkan, Alhamdulillah.
Obrolan demi obrolan mulai tercipta dengan Si Bapak yang menjaga bengkel. Ternyata beliau berasal dari kecamatan yang sama dengan saya. Hingga Bapak selesai memperbaiki motor, dan saya hendak berterimakasih membayar, beliau berkata “Bayar olinya saja Mbak”. “Total berapa Pak?”. Tidak usah Mbak, saya cuma mau bantu. Semoga Mbaknya nanti kapan-kapan datang ke sini lagi, bukan karena macet, tapi karena silaturahim, mampir bersaudara   Ya Allah, Si Bapak ini, terimakasih banyak

Minggu, 17 Desember 2017

Ketika Dia Menghadirkannya

22.46 0 Comments
Aku tidak mengkhawatirkannnya, apalagi mengkhawatirkan rencanaNya, yang paling aku khawatirkan adalah kerapuhan diriku. Rapuh dan tidak kuat menahan hati dari membesarnya prasangka terhadapnya, sehingga lupa bahwa yang mengetahui kadar kebaikan manusia adalah Dia. Atau. Rapuh dan tidak kuat menahan hati untuk tidak luluh pada perasaan simpati terhadapnya, sehingga lupa bahwa muara segala rasa haruslah karena Dia.
Aku tidak mengkhawatirkannya, apalagi mengkhawatirkan rencanaNya, yang paling aku khawatirkan adalah lemahnya diriku. Lemah dan tidak bisa membedakan kebaikan yang dia bawa atau justru sebaliknya. Karena aku tahu aku bukan orang baik, yang sedang merenda semangat untuk belajar menjadi baik. Rentan dalam segalanya.
Maka, satu-satunya pilihanku adalah terus berjalan mendekat padaNya meskipun dalam keadaan hina. Dan Dia akan berlari mendekat, menuntun kita melalui pilihanNya yang tidak akan pernah cacat. InsyaAllah

Minggu, 03 Desember 2017

01.24 0 Comments
Katanya, merasa banyak dosa itu jauh lebih baik daripada merasa banyak amal. Merasa banyak amal mendorong untuk sombong, merasa banyak dosa menuntun untuk banyak bertaubat. Lantas, bilamana kita memang benar-benar banyak dosa bagaimana?
#Jangan berputus asa dari rahmat Allah. Innallaha la’afuwwun ghofuur#

Source : pixabay.com