Follow Us @whanifalkirom

Rabu, 13 September 2017

15.25 0 Comments
Beberapa waktu lalu, seorang kawan ngajar, mendadak izin (kami aja yang baru tau sih). “Ada acara di rumah penting banget” katanya begitu, tanpa menjelaskan lebih detail. Dasar kepo. Aku mendesak bertanya, menurutku hal penting pake banget berkaitan dengan rumah itu cuma dua, satu-kesehatan orangtua, dua-nikah dan segala persiapannya. “Lamaran”, tebakku begitu saja setengah memaksa jawaban. Dia bungkam--------tapi tebakanku akhirnya ketahuan benar :P (prolog yang tidak nyambung dengan tulisan di bawah)
***
Ngomong-ngomong soal pulang dan menikah, ada yang sore ini juga mau pulang kampung sebagai calon pengantin. Partner in crime, sebut saja dia begitu. Duh duh, sebagai orang yang selama tujuh tahun bebarengan, yang tak sungkan saling berkunjung, yang selalu membantuku, yang selalu menyemangatiku, yang enak buat ngeluh, yang..….nggak bakal selesei kalau diteruskan.
Sedih nggak? Sedih banget, sedih. Nanti mau bilang, “Aku nginep tempatmu malam ini” sudah nggak mungkin. Mau bilang “Ayo besok pulang sekolah meet-up / nyoto / nyeblak / nongkrong depan kopma / temenin ke….” sudah penuh pertimbangan. Mau curcol panjangpanjang juga sudah mikirmikir. Apalagi ngajak mbolang sembarangan, sudah tak punya nyali. Hehe. Dan aku yakin, dia juga akan mengurangi banyak hal yang perlu disampaikan padaku (tentu, sudah ada yang lebih berhak mendengarkan).
Tapi bahagia? Jelas. Sesedih-sedihnya, excited banget. Apalagi melihat dia yang berubah bijak kali ninggalin kawannya. Hehe. Sudah keren kalau ngomong takdir, udah bisa nasehatin buat ‘melirik’ yang dekat (jangan-jangan jodoh di situ, haha), udah bisa bilang soal waktu yang cepat berlalu, udah bisa ngrasain rasanya nggak percaya tinggal menghitung hari, begitulah. Ada syukur yang luar biasa melihatnya, sembari sesekali ingat dia, tiga-dua-bahkan satu tahun lalu. Sudahlah, hari-hari ke depan akan ada yang menjaganya, laki-laki yang dari kacamataku cukup bersahaja (meski sempat skeptis gegara ada suatu masa si laki-laki itu memanjangkan rambutnya, wkwk).
Baiklah, aku yakin tak akan ada yang berubah dari dia, selain status dan perannya. Eh ada ding, harus, jadi perempuan lebih baik dari sebelumnya, istri, ibu, dan teman sholihah :P. Dia yang lebih dewasa dan bijaksana dalam bersikap, dia yang semakin sederhana, dia yang hilang mudahgalaudanmutungannya (sudah aman kawan-kawan, kan sudah ada pelampiasan.hehe), bahkan kini sudah nampak perlahan perubahan-perubahan itu.
Doaku menyertaimu… Maafkan untuk tidak bisa hadirnya aku… Semoga dilancarkan sampai pada waktunya, dimudahkan segalanya, menjadi rumahtangga yang barokah, penuh cinta dan bahagia dunia-akhirat Riaa… (dan Pakdhe)... Aamiin
Yogyakarta, 13 Sept 2017

With Love,

Minggu, 10 September 2017

Resensi : Awe - Inspiring Me

01.45 0 Comments
Judul Buku : Awe – Inspiring Me

Penulis : Dewi Nur Aisyah

Tebal Buku : 231 Hlm

Penerbit : Ikon

ISBN : 978-602-74653-4-3
Untuk para muslimah muda, para pembelajar menjadi sholihah, bacalah buku ini. Secara umum, kesimpulan yang bisa ditarik mungkin sederhana dan familiar, tetapi sangat tepat untuk mengurai kembali niat, motivasi, tujuan, dan langkah dalam hari-hari yang kita jalani. Ditulis oleh seorang muslimah yang prestatif, tentu didalamnya sarat akan semangat menjejak prestasi, dengan tetap menyandang gelar muslimah sejati.
Hidupmu adalah pesan bagi dunia. Buatlah hidupmu menginspirasi. Dan ingat, kamu adalah penulis buku kehidupanmu di akhirat. Pastikan buku itu berarti untuk dibaca
Diawali sebuah prolog singkat, buku ini menyampaikan pesan, seperti apa seorang muslimah seharusnya.

Ia menempatkan Allah di atas segala-galanya. Niatkan seluruh aktivitas untuk Allah. Pasrahkan segala ikhtiar pada Allah. Optimis atas pertolongan Allah. Dan yakin segala kejadian adalah ketetapan terbaik dari Allah. Meletakkan cinta pada Allah yang utama, dan konsekuensinya adalah ikuti apa yang Ia perintahkan, serta jauhi apa yang Ia benci.

Ia seimbang dalam hal dunia dan akhirat. Muslimah tidak kuper, tidak terbatas ruang gerak, ia mulia dengan sebanyak-banyak ilmu yang dipunya, sebanyak-banyak karya yang mampu dicipta, setinggi-tinggi prestasi yang digapai. Sebab itulah, ia jeli dalam berperilaku dan menghindarkan diri dari yang sia-sia. Menyadari bahwa hidup tak semestinya mengalir, melainkan penuh dengan rencana. Sebab itulah, ia terus melangkah tanpa berputus asa, meski tak sekali dua dihadapkan pada kegagalan dan rintangan yang begitu beratnya. Namun, pada satu titik takdir Allah pasti akan membawa, yaitu manis pada akhirnya.

Jumat, 01 September 2017

Hati yang tersentuh

04.08 0 Comments
Terkadang, hati itu mudah sekali tersentuh, dengan sebab yang…. sesederhana itu,
Ketika ada seseorang yang memilih berhenti sejenak, mempersilakan kita yang hendak menyeberang.
Ketika ada seseorang yang menghampiri, melihat betapa lamanya kita mengeluarkan sepeda dari tempat parkir.
Ketika ada seseorang yang tiba-tiba berkunjung, demi memastikan kita baik-baik saja.
Apalagi itu mas-mas muda, ganteng pula. #eh, itu mah lain cerita, baper akut  versi sinetron