Follow Us @whanifalkirom

Sabtu, 30 Juni 2018

10.00 0 Comments

Dan, benar kata orang-orang, menasehati diri tidak semudah menasehati orang lain. Berkali-kali mengikuti arah angin, mengalir layaknya air, tapi tetap sadar bukan? Bahkan tak semua air mengalir sampai pada hilirnya. Bisa jadi, ia meresap ke bawah, tertimbun dalam tanah.
Aku tak pernah tahu penghujung sebuah cerita, karena manusia hanya bisa berharap dan menduga. Yang sejatinya pada diriku sendiri ku bertanya, dimana kau letakkan usahamu untuk berserah pada Yang Maha? Yang sejatinya pada orang lain ku meminta, bantu aku dengan caramu untuk menjaga hatiku. Terimakasih yang sudah mencoba membantuku untuk berpikir sejernih yang aku bisa.

#Menjelang disibukkan dengan rutinitas semula, kegiatan-kegiatan yang serupa, banyak kewajiban, daan waktu istirahat yang berkurang (padahal ini maksudnya karena selama liburan, ‘istirahat’ terus isinya). Jangan lupa, nikmati prosesnya, karena lagi-lagi, setiap orang berhak untuk belajar dan menghargai dirinya

Rabu, 27 Juni 2018

Menghadirkan Yakin dan Pasrah

23.51 0 Comments

Tidak ada do’a yang tidak pernah terkabul. Iya, hanya tertunda atau diganti dengan lebih baik. Itu saja rumusnya.

Pernah merasakan nikmatnya berdo’a? Saya pernah. Bahkan juga pernah merasa do’a benar-benar terijabah, dalam sekejap (dalam artian sesuai dengan doa kita, dan sesuai pula dengan waktu yang kita harap). Dan saya rasa kesemuanya, ketika do’a tersebut dalam kondisi beberapa hal :
1.  Yakin se yakin-yakinnya Allah akan mengabulkan
2.  Sadar sesadar-sadarnya bahwa diri ini terlalu banyak dosa, kemudian doa hampir penuh dengan permohonan ampun
3.  Berjanji dalam hati, setiap pinta dalam do’a-do’a yang terpanjat, akan menjadi jalan memperbaiki diri
4.  Pasrah, dengan tetap yakin Allah itu Maha Sayang Kok. Enggak mungkin enggak dikasih yang terbaik. Percaya aja, kalau enggak dikasih, tetap aja itu baik.

Nah, tapi ini tapi beberapa hal tersebut muncul karena kondisinya sangat terdesak. Beda rasa ketika do’a, ya hanya sekedar do’a saja (rutinitas formalitas) –Masih harus tetap disyukuri yaa, tetap jangan lelah dan berhenti berdo’a–. Terus gimana donk? Sering kali memang jatuhnya jadi rindu banget, rindu apa coba, rindu nangis. Rindu saat iman naik.

Akhirnya, dapet juga tips dari seorang teman. Beberapa hal yang mungkin bisa memperbaiki:
1.  Banyak istighfar
2.  Do’a Nabi Yunus waktu di perut ikan paus “Laailaaha illa anta subhaanaka inni kuntu  minadholimin”, pesan DR.Muslih ini adalah obat semua masalah
3.  Nyempetin dan berusaha nimbrung di kajian ilmu
4.  Puasa juga membantu melembutkan hati
5.  Sedekah
6.  Minta do’a orangtua
7.  Sempurnakan ikhtiar dengan shalat lima waktu tepat waktu, usahakan dzuha dan qiyamullail
Nb. Nah kalau saya kadang suka ngungsi ke masjid-masjid (agak) dan besar, suka aja dengerin adzannya, menikmati nunggu waktu iqomahnya, liat hirukpikuknya orang-orang shalat berjama’ah.  Biar trenyuh, itu dulu tujuannya.
Wallahu a’alam
***
Hampir tengah malam rupanya. Hari ini pilkada serentak yaa, semoga yang terpilih pemimpin yang taat dan amanah, dan dikelilingi orang-orang baik. Saya tidak nyoblos, tidak pulang. Masih ada yang harus dikerjakan di sini, besok sudah kamis, cepatnya waktu berlalu. Makin tua aja~eh
Source : Pixabay.com


Sabtu, 23 Juni 2018

11.40 0 Comments
Kamu tahu tidak? Hatiku sedang bergejolak. Serupa-rupa dulu lahir tulisanini (sajak cinta), juga lahir tulisan lainnya (ketika dia menghadirkannya), ia bersebab sama. Dan bagi perempuan serba biasa layaknya aku, yang lebih nyaman berjibaku dengan bisu, merangkai kata lebih mudah, dibanding harus menyampaikan resah.

Benar kata novel mungkin, “Orang lain tak perlu bertanggungjawab atas perasaanku”, iya, cukup aku saja, biar aku yang berjuang, menaklukkan hatiku sendiri.

Maaf untukmu yang kembali, dan rasa masih tak bisa dipaksa. Setidaknya aku belajar untuk tak membuatmu menunggu, dengan cara terbaik semampuku. Maaf untuk sedikit menahanmu, hanya sekedar harapan, agar retak itu tak berulang. Karena masih ada sisa ruang untukmu, ruang pertemanan.

Maaf untukmu yang datang, yang seharusnya rasaku tak pantas tumbuh bermekaran. Kamu tak perlu khawatir, sebab aku sadar siapa aku dan siapa dirimu. Sebagaimana aku yang tak menginginkan keterpaksaan, setidaknya aku juga juga belajar untuk tidak memaksamu. Mungkin benar bahwa kita harus menjadi asing sekali lagi, walau aku tak perlu berharap untuk bertemu sekali lagi. Tenang, sisa ruang untuk pertemanan masih akan sama, selalu ada.

Apapun itu, semoga menjadi bagian perjuanganku menata hati, untuk lebih memperbaiki diri. Mencipta jarak dan kebersamaan hanyalah sebuah ikhtiar manusia, yang akan terurus beriring dengan do’a. Karena pada akhirnya, episode antara kita hanya mengikuti SkenarioNya. Maka, dalam keterbatasan kemampuan berupaya, biarkan hati ini tak lelah mencari cara bagaimana bergantung pada Yang Maha. Tiada dua.

Jumat, 22 Juni 2018

Proses Menjadi Orang yang Benar

06.56 0 Comments

Dalam buku berjudul “Bahagianya Merayakan Cinta” karya Ust.Salim Afillah, halaman 40, dituliskan intisari Ihya’ Ulumuddin karya imam Al Ghazali (yang diambil dari buku Tazkiyatun Nafs oleh Sa’id Hawa) mengenai proses menjadi orang yang shadiq, orang yang benar. Digambarkan disitu, ada empat cara, yaitu :
1. Shidqun Niyah
Berarti benar dalam niat. Benar dalam semburat pertama hasrat hati. Benar dalam mengikhlaskan diri. Benar dalam menepis syak dan riya’. Benar dalam menghapus sum’ah dan ujub. Benar dalam menatap lurus ke depan tanpa tanpa memedulikan pujian kanan dan celaan kiri. Benar dalam kejujuran pada Allah. Benar dalam persangkaan pada Allah. Benar dalam meneguhkan hati.
2. Shidqul ‘Azm
Berarti benar dalam tekad. Benar dalam keberanian-keberanian. Benar dalam janji-janji pada Allah dan dirinya. Benar dalam memancang target-target diri. Benar dalam pekik semangat. Benar dalam menemukan motivasi setiap kali. Benar dalam mengaktivasi potensi diri. Benar dalam memikirkan langkah-langkah pasti. Benar dalam memantapkan jiwa
3. Shidqul Iltizam
Berarti benar dalam komitmen. Benar dalam menetapi rencana-rencana. Benar dalam melanggengkan semangat dan tekad. Benar dalam memegang teguh nilai-nilai. Benar dalam memaksa diri. Benar dalam bersabar atas ujian dan gangguan. Benar dalam menghadapi tantangan dan ancaman. Benar dalam mengistiqomahkan zikir, fikir, dan ikhtiar.
4. Shidqul ‘Amaal
Berarti benar dalam proses kerja. Benar dalam melakukan segalanya tanpa menabrak pagar-pagar ilahi. Benar dalam cara. Benar dalam metode. Benar dalam langkah-langkah yang ditempuh. Benar dalam profesionalisme dan ihsannya amal. Benar dalam tiap gerak anggota badan.

Di paragraf ujung halamannya, penulis mengajak pembaca untuk merefleksikan proses menjadi orang benar ini termasuk dalam proses menuju pernikahan. –Jikalau sh-Shidq berarti kebenaran, kejujuran, maka yang pertama akan tampak sebagai gejala keberkahan adalah di saat kita jujur dan benar dalam bersikap pada Allah dan manusia–

Dan semoga, setiap nasehat yang kita baca, selalu menjadi pengingat diri, menempa proses untuk menjadi lebih berarti. Aamiin
Source : pixabay.com


Selasa, 12 Juni 2018

09.45 0 Comments

Sering kali, aku abai akan hadirmu disini,
Namun tak bisa kupungkiri, sedih hati melepasmu pergi,
Adakah yang harus kusesali? Sedang sesal tak kan berarti tanpa usahaku untuk memperbaiki,
Jika proses itu lebih berarti,
Ukuran perbaikan cukup melihatku dulu dan melihatku kini,
Maka selalu saja lebih banyak yang patut kusyukuri,
Semoga akan ada banyak sisa waktu untuk kita kembali berjumpa,
Semoga dalam jeda perpisahan ini hanyalah kesempatan waktu untuk menggugurkan dosa,
Semoga dalam jeda perpisahan ini hanyalah kesempatan waktu untuk terijabahnya doa,
Rabbi, pertemukan aku dengan RamadhanMu kembali...

Source : pixabay.com

Senin, 04 Juni 2018

21.08 0 Comments
Tanganku sedikit mengepal. Menyaksikan kursi-kursi bertumpuk semakin meninggi. “Ya Allah, kursi buat mainan lagi”, batinku. Penginnya marah, pake banget. Kalau perlu panggil nama-namanya, nasehati dengan nada tinggi. Kalau nafsu diturutu sih.

Eits, hati berdialog

Sabar Nif, sabar, namanya juga anak-anak”
“Yuk ah, belajar jadi ibu, yang bisa menegur dengan lembut si anak tanpa menyakiti”
“Ambil positifnya donk Nif, ingat-ingat lagi, sama-sama bermain kursi. Dulu, diseret-seret, hingga ruang kelas menggema. Ditarik-tarik ke belakang, sengaja dijatuhkan. Dan sekarang lihatlah, mereka hanya saling menumpuk, dengan cara membawa yang sudah berbeda, diangkat tanpa menimbulkan suara”

Iya, yaa. Aku tersenyum. Freetime after snack sudah usai. Aku melangkah mendekat, “Kids,  we are going to make something. Can you help me to put back the chair please...”.
Sudah. Ndak jadi marah-marah. Alhamdulillah. Hehe
#gurupaudcurhat