Kamu tahu tidak? Hatiku sedang bergejolak. Serupa-rupa dulu lahir tulisanini (sajak cinta), juga lahir tulisan lainnya (ketika dia menghadirkannya), ia bersebab
sama. Dan bagi perempuan serba biasa layaknya aku, yang lebih nyaman berjibaku
dengan bisu, merangkai kata lebih mudah, dibanding harus menyampaikan resah.
Benar kata novel mungkin, “Orang lain tak perlu bertanggungjawab
atas perasaanku”, iya, cukup aku saja, biar aku yang berjuang, menaklukkan
hatiku sendiri.
Maaf untukmu yang kembali, dan rasa masih tak bisa dipaksa.
Setidaknya aku belajar untuk tak membuatmu menunggu, dengan cara terbaik
semampuku. Maaf untuk sedikit menahanmu, hanya sekedar harapan, agar retak itu
tak berulang. Karena masih ada sisa ruang untukmu, ruang pertemanan.
Maaf untukmu yang datang, yang seharusnya rasaku tak pantas tumbuh
bermekaran. Kamu tak perlu khawatir, sebab aku sadar siapa aku dan siapa
dirimu. Sebagaimana aku yang tak menginginkan keterpaksaan, setidaknya aku juga
juga belajar untuk tidak memaksamu. Mungkin benar bahwa kita harus menjadi
asing sekali lagi, walau aku tak perlu berharap untuk bertemu sekali lagi. Tenang,
sisa ruang untuk pertemanan masih akan sama, selalu ada.
Apapun itu, semoga menjadi bagian perjuanganku menata hati, untuk
lebih memperbaiki diri. Mencipta jarak dan kebersamaan hanyalah sebuah ikhtiar
manusia, yang akan terurus beriring dengan do’a. Karena pada akhirnya, episode
antara kita hanya mengikuti SkenarioNya. Maka, dalam keterbatasan kemampuan
berupaya, biarkan hati ini tak lelah mencari cara bagaimana bergantung pada
Yang Maha. Tiada dua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar