Follow Us @whanifalkirom

Senin, 30 Juli 2018


Luluk  : Mbak, kenapa tangannya pake nge gass gitu? Pelan-pelan lah Mbak, nikmatin perjalanan
Me       : Nggak sadar ini, ingatkan laah.
Luluk  : Aku tu perhatian lho Mbak. Aku tu seringnya liat Mbak Hanif kalau keluar buru-buru terus. Giliran sampai kos stress di depan laptop sambil uring-uringan harus ini itu, wajahnya jelek tertekan. Makanya kalau lagi di luar santai aja. (Tapi tertawa coba dia, kan aku jadi nggak ngerti sebenarnya mau dia empati atau melucu)
Me       : Luk, Luk, tengok-tengok atas, ada bintang satu yang gede tuh. Cantiiik. Jadi pelan-pelan aja memang yaa, sambil liat bintang...
Luluk  : Mbak Haaaniiif (mode menangis). Kenapa segala hal romantis yang kutemukan selaluu bersama Mbak Hanif. Lagi dimana jodohku siih? ngapain aja dia?
Me       : Ayo Luuuuk, sebelum bertemu dia, latihan menikmati perjalanan kayak gini dulu lah kitaa
Luluk  : Ayok Mbak mari latihan
Me       : (Tepuk jidat -padahal yaa sambil ngikutin luluk tanya, “lagi dimana jodohku siih? ngapain aja dia?”. Haha)
#Dan ini pun berlanjut ketika melihat bulan yang bulat sempurna, di tengah perjalanan melewati labirin-labirin perumahan TNI AU, bersama lampu-lampu yang menghias sepanjang jalan.
***
Terimakasih adek cantiik, yang selalu menemani tiap akhir pekan. Dari ikut pulang ke rumah, duduk di teras sampai malam menahan dingin, melihat bintang-bintang yang jaaaaauh lebih banyak dibanding melihatnya di Jogja. Ikut menemani ke walimah adik sepupu, jadi tukang jeprat-jepret. Ikut membantuku ke madrasah buat lembur-lembur dekorasi kelas padahal hari juga ahad, rela kusuruh-suruh naik meja menempel kertas di dinding hanya karena kamu lebih tinggi. Menarik-narik kasurku hanya gegara menagih janjiku untuk mengajakmu ikut kajian (yang sebenernya aku spechless kau mau kajian, haha). Selalu mengalah ketika harus menentukan tempat beli makan. Bahkan membantu menyetrikakan bajuku meski sambil misuh-misuh gegara aku sibuk dengan telpon dan hape terus, jadi nggak selesai-selesai yang bikin kamu pusing mata katanya (Tapi ini mah cuci piring juga semua jadinya aku, padahal siapa yang janji mau cuci coba).

Iya, tiada hari tanpa melewatkan tawa, jika bersamamu. Meski salah satu diantara kita sedang menyembunyikan kesedihan. Terimakasih sudah mengatakan “Mbak Hanif kalau sedih  bilang-bilang yaaa, nanti aku datang”. Senang, kamu memilih  berada di sini lagi, setelah sekian lama menghabiskan waktu di kampung halamanmu.

Kalau kamu sering bilang “Mbak Hanif tuu nggak sayang”, hehe sayang kok aku sayang. Meskipun tiap ketemu kamu selalu “menghinaku”puuun “Mbak Hanif tuu kudet (padahal masalahnya cuma aku minta diajarin  belanja olshop-olshop gitu, memang nggak pernah)”, “Mbak Hanif itu apa sih yang dipunya (gegara aku ga punya manset buat dipinjam), “Mbak Hanif, jangan biarkan nanti mertuanya Mbak Hanif nyesel anaknya kayak nikah sama simbah-simbah (gegara sering lupa kalau ditanya harga sesuatu), daaan laain-laain. Hehe.

Terimakasih adek J
Yogyakarta, dan malam sudah (hampir) larut


Tidak ada komentar:

Posting Komentar