Follow Us @whanifalkirom

Kamis, 05 Maret 2015

Ketika Anak Kecil "Mencuri" :(

Untuk kali pertama. Ketika aku tak sengaja menjatuhkan lembaran itu dari tas. Gurauan itu, “Mbak Haniif, buat aku yaa, yaa”, dan ketika aku hendak mengambilnya, iapun menghindar “Jangan.. pokoknya itu punyaku” sambil berusaha menaruh dalam saku celana. Begitu saja, dan kami kembali pada situasi semula. Candaan biasa, yang bahkan aku pun sama sekali tak mengindahkannya. Hingga aku tiba di kamar, dan melirik dompetku, “Kemana sepuluh ribuku yaa?”. “Ah, mungkin tadi aku lupa naruh, atau terjatuh, atau bisa jadi dia terlupa mengembalikan, dan masih disimpan dalam saku celananya. Tak ingat persis. Sudahlah, cuma sepuluh ribu” pikirku.
Kedua kalinya. “Mbak Hanif, Mbak Hanif, pinjam tas. Coba lihat isinya”.  Ia membuka  tasku, mengeluarkan satu-satu isinya, kemudian memasukkan kembali. Satu tangan mendekap tas itu  lama, satu tangan lain ia biarkan di dalamnya, diam. Dan tetiba ”Mbak Hanif, aku mau minum” sambil spontan bangkit berdiri, berlari mengambil botol air minum dalam sebuah ruangan.  Ada yang berbeda. Ia kembali ke hadapanku dengan wajah lebih berbinar, dan bersemangaat. Hingga aku tiba di kamar, dan melirik dompetku, “Kemana sepuluh ribuku yaa?”. “Ah, mungkin aku salah ingat, pasti sepuluh ribu sudah kupakai”. Tetapi, sedikit mulai su’udzon “Atau, tadi dia ngambil ya? Ah, masak sich? Nggak mungkin. Orangtuanya bagus kok. Sudahlah, Cuma sepuluh ribu”. Pikirku
Ketiga kalinya. “Mbak Hanif,  hadap sana, aku mau sulap, tasnya Mbak Hanif  nanti bisa ilang”. Aku segera berpaling, membiarkan apapun yang dia lakukan. Aduh, apalah daya, aku mulai su’udzon lagi. Permainan “sulap” selesai, dan aku sedikitpun tak tergoda untuk mencari keberadaan tasku.  Iapun mengalah mengambilnya kembali “Ah, masak Cuma di sana Mbak Hanif nggak tahu”. Aku tersenyum, meminta tasku, membuka, dan melirik dompetku. Kosong. Hanya ada dua ribu rupiah di luar. Kali ini aku yakin, benar-benar yakin, ia yang mengambil. Beberapa jam sebelumnya aku memastikan, uang itu masih ada. Tidak banyak, hanya beberapa lembar dua ribuan yang kusiapkan untuk naik trans jogja _tapi , karena aku nggak masuk kantor lazis, tentu uang itu masih utuh_. Seketika itu juga, (mungkin) rautku berubah, senyumku mengembang marah. Berkali-kali ia bertanya “Mbak Hanif kenapa, kok mukanya gitu?”. “Aduh, gagal menjaga ekspresi” batinku. Sembari kusengajakan membuka-buka dompet, dan menatapnya lekat. Wajahnya memerah “Mbak Hanif punya uang berapa?”.

Ada yang bilang, anak kecil mengambil sembarangan itu wajar. Tapi ini bukan soal wajar dan tidak wajar. Ini juga bukan soal nominal. Hei, dia anak kecil, mudah sekali untuk membiasa, dan menjadi karakter yang mengakar hingga dewasa…… Sampai detik ini, aku masih berpikir, apa yang harus kulakukan untuk menegurnya? -_-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar