Hampir usai. Kusempatkan diri untuk ke-tiga kalinya
berkunjung ke Surabaya (rumah kakak ke-enamku). Menyapa mereka, alhamdulillah,
sampai dengan selamat, meski tangan kanan sedikit kaku, menenteng kardus
sendirian, dan.. berat.
Ah, disinipun aku membersamai dua ponakan (juga TK +
usia tiga tahunan). Berasa mirip di rumah, menghadapi kenakalan-kenakalan anak
kecil. Hanya saja, disini ada satu ponakan laki-laki. Sampai depan pintu,
terlihat mereka di ruang depan. Masih malu-malu rupanya. Bersalaman singkat,
diam tanpa kata, ekspresi datar. Si kakak memilih berlari, masuk dalam kamar.
Si adik memilih menyembunyikan muka dibalik budhe (yang mengasuh)nya.
Kupanggil-panggil, tak bergeming.
Tak lama. Si kakak keluar, mulai tertawa-tawa, berlari
dihadapan. Menunjuk kearahku, “itu siapa itu” mengajakku bercanda. Ku kejar dirinya,
dan seketika... laaariii dengan terbahak-bahak. Berulang-ulang seperti itu,
hingga dia bahkan mulai memukul, menendang-nendang wajahku, menginjak-injak
kakiku. #sakit. Begitulah setiap harinya, saat kutanya kok mukul “Main robot
ultramen, melawan monster jahat, robotnya besar terbang sampai awan”.ckck
Melihat Hp jadulku, meminta bermain “ular”, tak ada
dan berganti dengan bola. Selalu begitu. Karena hpnya sering mati, rupanya tak
sabar. Dengan mulut manyun, tangan bersedekap, “hp bulek kok gitu, ayo cepet
benerin”. Lalu.... kembali mukul-mukullah dia.
Hari minggu tiba. Terbangun pukul 5 pagi, bersiap
menonton “robot” di tv. Menarik lenganku kuat-kuat, “ayo toooooo”. Aku tak
mengindahkan, hanya duduk dalam kamar, bermain dengan layar. Iapun keluar masuk,
sembari memukul, dan tak lelah memaksaku untuk ikut menonton. Kubilang,
ceritakan saja nanti, dan itu berarti aku juga bersiap untuk “sakit” lagi
menghadapi prakteknya menjadi robot. Hehe
Saat semangat belajar datang, diambillah laptop
mainanannya, bermain-main dengan huruf alfabet, dan memintaku untuk mengujinya.
Alhasil, tak mau berhenti, dan bosanlah aku. Saat hitung-menghitung mulai tak
bisa dijawabnya, kesal, dan marah, memaksaku untuk menjawabnya (aku yang tanya,
dan akulah yang menjawab)
Di setiap shalat tiba, iapun tak mau kalah, harus
shalat juga. Bedanya, ia shalat persis di depanku, dengan gerak yang super
cepat, sambil menarik sajadah perlahan. Puaslah dirinya, tertawa keras-keras.
Lalu ia akan membaca beberapa surat pendek, dengan kalimat yang dibuat samar
dan asal, lalu terbahak kembali.
Si adik lebih diam, tapi “ngeyel”. Apapun semua serba
memaksa. Tas, dompet, tissue, yang tlah kusimpan tidak lagi rapi. Mengajak
jalan-jalan harus kesampaian. Berebut mainan, hingga mendapatkan. Berlari-lari
minta ditangkap. Jika tidaaak.... nangislah ujungnya.
--lagi-lagi, anak Nakal, itu tandanya ber-Akal--
Tidak ada komentar:
Posting Komentar