Follow Us @whanifalkirom

Jumat, 25 April 2014

Bersyukur, Semua Sudah Diatur!

Mengunjungi lapas narkotika kelas IIA Yogyakarta bersama ketiga temanku. Kebetulan ni, salah satu temanku tadi sedang melakukan penelitian untuk tugas akhirnya di sana. Disamping membantu membagikan skala yang harus diisi subjek (narapidana), sekaligus pengalaman lah untuk sekedar tahu seperti apa yang dinamakan penjara. Kesimpulannya, tidak seseram yang kubayangkan. Tak banyak yang bisa kuceritakan, karena bagaimanapun gerak di sana cukup terbatas. Tidak diizinkan membawa apapun masuk, termasuk makanan apalagi handphone (intinyaa, nggak bisa foto). Meskipun menurutku, untuk ukuran nama yang disebut penjara, masih dibilang sangat bebas.
Aku hanya akan bercerita tentang beliau. Subjek terakhir, yang meninggalkan tempat paling akhir (termasuk meninggalkan tempat tahanan, karena mendapat masa hukuman paling lama). Seorang ayah dengan dua anak perempuan. Usianya 34 tahun. Divonis hukuman selama 12 tahun tiga bulan, dan selama ini baru menjalaninya kurang lebih satu tahun. Bisa membayangkan bukan, berapa lama lagi harus menghabiskan waktu di terbatasnya tempat itu. Dan pasti, ada sesuatu yang kita rasakan saat kita mendengar kata-katanya “Iya mbak, meninggalkan anak istri. Nggak pernah ketemu, nanti tau-tau anaknya sudah gadis”.
Dibandingkan narapidana lain (yang kebetulan aku ketemu), beliau memang lebih “cerewet” dan “bikin kesal”. Terus saja bercanda “wah aku gak iso moco mbak”. “aku gak sekolah mbak” “kenapa mbak tanya masa hukuman, untuk apa?” “Lha monggo, suruh duduk mana” dan lain sebagainya. Aku tidak terlalu peduli, entahlah, karena sekedar bercanda, karena rendah hati, karena untuk meramaikan suasana, karena cari perhatian atau alasan lainnya. Aku hanya berfikir, mengingat-ingat, logat bicara juga bahasa yang beliau sampaikan, sangat familliar. Surabaya kah?. Dan terjawab akhirnya, dari Madura. Hmm, iya, Madura, persis, aku mengingat salah satu kakak tingkat di universitas yang kebetulan satu kelompok KKN denganku.
Dibandingkan dengan narapidana lain (lagi-lagi yang kebetulan aku ketemu), beliau memang beda. Entahlah. Aku percaya dengan apa yang beliau ceritakan tentangnya. Tentang tidak bersalahnya. Menjadi seorang agen tiket yang (tanpa sengaja) memerantara narkotika. Dan beliau menambahkan, hanya satu alasan kenapa beliau menjadi bersalah yaitu uanglah yang menjadi lawan di pengadilan..
Ada sebuah nasehat yang selalu beliau sampaikan, dari awal hingga akhir pertemuan kami selama kurang lebih lima belas menit itu. Lebih dari delapan kali sepertinya beliau ucapkan, karena bahkan terucap juga disela-sela mengisi skala yang kami berikan. Nasehat yang singkat, sangat singkat “Bersyukur, Selalulah Bersyukur, Semua Sudah Diatur. Dan imbuhnya “Mungkin, jika tidak di tempat ini (tempat tahanan) akan lebih banyak dosa-dosa yang bakal dilakukan – Pengadilan manusia, kenapa takut? Takut itu sama pengadilan Allah.”


Note : Bahkan siapapun, selalu mengajarkan kepada kita untuk bersyukur. Iya. Kita bahagia karena kita bersyukur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar