Duhai sahabatku, sepanjang hidup di dunia ini adalah sebuah
proses belajar. Proses yang tidak akan pernah ada berhentinya hingga mata
menutup usia. Sepanjang hidup di dunia ini adalah soal menghargai proses yang
sedang terlewati. Tidak ada yang pantas dicela, tidak ada yang pantas dihina,
apalagi hingga merasa ‘lebih baik’ dari sekeliling yang ada.
Maka, sepanjang hidup di dunia ini adalah tentang
bersama-sama saling nasehat menasehati dalam kebenaran dan kesabaran.
Mengingatkan tanpa menyakiti, mendukung tanpa meminta balasan, menegur tanpa
menghakimi, mengajak tanpa berharap penghargaan, memperbaiki tanpa
mempermalukan. Maka, sepanjang hidup di dunia ini adalah soal doa dan kepasrahan.
Meminta supaya Allah melunakkan hati untuk menerima dan mengajak kepada kebaikan.
Supaya Allah menganugerahkan kelembutan hati yang penuh ketulusan rasa berkasih
sayang. Supaya Allah menjaga hati untuk tetap dalam keistiqomahan serta
berpegang teguh pada kebenaran. Karena, tiada daya dan upaya, tanpa
pertolonganNya..
***
Suatu ketika, perempuan itu berjalan
dengan senyum merekah di bibirnya. Mengenakan t-shirt tanpa lengan dan celana
sejengkal paha. Aduhai, siapa yang tidak mengenalnya? Si jelita dari negeri
seberang yang pandai sekali memikat hati. Sekali dia memotong rambutnya,
lihatlah esok hari, kau akan menemui perempuan-perempuan lain dengan potongan
gaya rambut yang serupa. Sekali dia berganti style-nya berbusana, lihatlah esok
hari kau akan menemui perempuan-perempuan lain dengan busana yang serupa. Si perempuan
yang selalu merasa bahagia, hidupnya penuh dengan tawa. Sepi dan kesedihan? Ah
semua ditepisnya. Pacar setia. Kerjaan terjamin. Ketenaran oke. Kecantikan
diakui. Pergaulan sempurna. Ia menyukai pekerjaannya. Ia menyukai berkeliling
pusat perbelanjaan seluruh sudut-sudut kota. Ia menyukai nongkrong bersama,
menikmati ‘minum’ yang tersaji, menikmati rokok yang mengepul, menikmati musik yang
mengalun. Ia menyukai duduk santai menatap layar bioskop. Ia menyukai terik
matahari, hingga hujan deras sekalipun, asalkan bersama sang kekasih hati. Ah,
sayang baginya untuk merasakan pulang, ketika hidupnya lebih menyenangkan habis
di jalanan. Ruang kecil itu, hanya persinggahan saat tubuh mulai lelah, untuk
kemudian tertidur, sejenak saja.
Suatu ketika, perempuan itu berjalan dengan hati yang
retak-retak. Menggendong satu tas ransel berisi lipatan pakaian-pakaian
mewahnya. Menikmati perjalanan dalam bis kota sambil menangis terisak. Entah,
pada siapa harus mengadukan rasa, mengejawantahkan menjadi rangkaian kalimat
saja bahkan tak tahu harus memulai dari mana. Semua bahagia dan tawa, lenyap
seolah tak berbekas, tak tahu arah angin membawanya. Pacar setia? Ia tak lagi
percaya sebuah kesetiaan. Kerjaan terjamin? Bahkan dalam sekejap surat
pemberhentian itu tak akan lama lagi sampai tangannya. Ketenaran oke? Ia tak
lagi membutuhkan sebuah ketenaran. Kecantikan diakui? Rupanya cantik punya andil
besar menciptakan malapetaka. Pergaulan sempurna? Siapa sangka tak satupun yang
bersedia menemani kepergian langkahnya. Ia pergi, dengan cibiran-cibiran kecil
(bagi yang tahu), tatapan mata bengong (bagi yang menduga kenapa), senyum
mengasihani (bagi yang sedikit punya empati). Ia pergi, untuk pulang. Pulang ke
kampung halamannya. Pulang berdua, bersama janin di perutnya, yang kelak akan lahir
dengan status tanpa ayah.
Suatu ketika, perempuan itu kembali berjalan dengan senyum merekah di bibirnya. Mengenakan kaos hitam lengan panjang, rok hitam panjang, dan jilbab hitam yang membalut di kepalanya. Duduk manis dalam sebuah ruko kecil menanti pelanggan. Bertutur dengan segenap kelapangan hati, bahwa ia, lain dulu lain sekarang. Bahwa penyesalannya, menguatkan hati untuk mendekat pada Sang Pemilik Kehidupan. Berharap bahwa hidupnya tak akan pernah lagi menjadi cerita. Tidak seperti saat ia banyak dipuji dan diikuti. Juga tidak seperti saat ia jatuh terpuruk menanggung kesalahannya sendiri. Biarlah, hidupnya biasa-biasa saja, asalkan bersamaNya. Hingga nanti, pada suatu waku ia pergi, untuk pulang yang sesungguhnya.
Suatu ketika, perempuan itu kembali berjalan dengan senyum merekah di bibirnya. Mengenakan kaos hitam lengan panjang, rok hitam panjang, dan jilbab hitam yang membalut di kepalanya. Duduk manis dalam sebuah ruko kecil menanti pelanggan. Bertutur dengan segenap kelapangan hati, bahwa ia, lain dulu lain sekarang. Bahwa penyesalannya, menguatkan hati untuk mendekat pada Sang Pemilik Kehidupan. Berharap bahwa hidupnya tak akan pernah lagi menjadi cerita. Tidak seperti saat ia banyak dipuji dan diikuti. Juga tidak seperti saat ia jatuh terpuruk menanggung kesalahannya sendiri. Biarlah, hidupnya biasa-biasa saja, asalkan bersamaNya. Hingga nanti, pada suatu waku ia pergi, untuk pulang yang sesungguhnya.
(Ide cerita dari sumber yang bersangkutan, terimakasih
telah banyak mengajarkan)
***
“………..Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri” (Q.S Al
Baqarah : 222)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar