Tak ada yang lebih menggelisahkan daripada
dosa-dosa. Ia mencekami hati dengan rasa kecut, rasa takut, rasa perih
terparut-parut. Sungguh baik yang demikian, jika membawa kita pada taubat yang
menghebat. Tapi ketika yang dibawanya justru rasa putus asa, kita perlu
menemukan penghibur yang sedikit melapangkan dada.
Duhai hatiku yang rindu tapi ragu, yang
harap tapi malu, yang cinta tapi tersedu; kali ini, Ibn Qayyim Al Jauziyah yang
berbicara padamu:
Apakah kaukira orang-orang shalih itu tanpa dosa? (Tidak)
- Sungguh hanyasanya mereka itu menyembunyikannya,
dan tidak mengumbarnya - Dan mereka itu beristighfar lalu berjuang untuk tak
mengulanginya - Dan mereka itu mengakui kesalahannya tanpa mencari-cari
pembenaran bagi dirinya - Dan mereka bersegera menyusuli perbuatan
buruknya dengan kebaikan begitu menginsyafinya.
***
Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas
terhadap diri mereka sendiri, janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah,
sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dia-lah Yang
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS Az Zumar: 53)
"Tidakkah salah seorang di antara kami
malu", tanya seseorang di majelis Imam Hasan Al Bashri, "Jika
dia berdosa lalu bertaubat. Tapi berdosa lagi lalu bertaubat lagi. Dan
melakukan maksiat lagi kemudian beristighfar lagi?”
Sang Imam tersenyum. "Tahukah kalian maksud
terbesar syaithan?", ujarnya. "Yakni agar kalian berputus asa
dari rahmat Allah dan berhenti memohon ampun setelah mengulangi dosa. Maka jika
dosa terjadi lagi, teruslah bertaubat. Maka jika maksiat terulang kembali,
teruslah beristighfar."
Adalah Imam An Nawawi dalam Al Minhaj, syarahnya atas Shahih
Muslim menyusun bab khusus berjudul, 'Bab Diterimanya Taubat dari Dosa-dosa,
Meskipun Dosa dan Taubat itu Terulang-ulang’.
Beliau menjelaskan, "Setiap kali hamba mukallaf
berdosa, hendaknya dia bertaubat. Dengan itu dosanya akan gugur. Jika maksiat
terulang, maka dia juga harus mengulang taubatnya. Adapun dosa yang
terulang-ulang dan baru ditaubati dengan satu taubat di penghujungnya,
taubatnya juga sah."
Ini adalah kabar gembira yang harus diikuti khawatir. Siapa
yang menjamin istighfar kita sampai? Siapa yang menggaransi taubat kita
diterima?
Akhirnya, ungkapan Imam Ibn Rajab itu bergema lagi,
"Jika kalian tak mampu bersaing dengan para shalihin dalam 'amal ibadahnya,
berlombalah dengan para pendosa dalam istighfarnya."
Sebab kita wajib beristighfar saat merasa berdosa, dan
berlipat perlunya istighfar itu saat kita tak merasa berdosa. Maka taubat kita
masih perlu ditaubati, bahkan istighfar kita masih perlu diistighfari.
(Source :
salah dua dari posting instagram ustadz Salim Afillah)
***
H-2 Menjelang
Ramadhan guys
Tidak ada komentar:
Posting Komentar