Karena
sekalipun, aku belum pernah melewatkan malam 1 Ramadhan selain di rumah. Tidak
terkecuali untuk malam ini. Duduk termenung sendirian, menatap gelas kosong di
atas meja. Sepi. Rumah mungil yang kesehariannya hanya ada ayah dan ibu. Ah, aku
hanyut dalam pikiranku sendiri. Beginilah alur kehidupan. Suami istri, yang
awalnya hanya berdua. Kemudian lahir anak-anak yang meramaikan suasana.
Kemudian seiring usia yang menyenja, anak-anak yang semakin mendewasa, pada
akhirnya hanya kembali berdua. Kembali sepi. Jika harus ada ucapan terimakasih,
rupanya ia memang pantas terucap untuk suami kepada istrinya, pun sebaliknya.
Karena, siapa yang setia disisi, menemani hingga ujung usia? Selain suami /
istri itu sendiri? Dengan penerimaan yang tulus, dengan kesabaran. Bersama melewati
hidup yang bergelombang, jatuh-bangun, suka-duka_ah tak terdefinisikan lagi.
Tiba-tiba
ayah keluar dari kamar, membuyarkan lamunanku. Berjalan pelan mendekati kursi
di sebelah.
Aku : “Bapak tumben nggak nyalain radio?”
Bapak : “Bapak nggak sabar kaya’ mamak. Radio kok
ribet, nyalain aja neko-neko caranya”
Aku : “Lho, Bapak kan sabar drono” (Bercanda ngledek sih,
hehe)
Bapak : “Ya memang aslinya sabar drono”
(Jawab bercanda juga)
Aku : “Heleh heleh”
Bapak : “Tau nggak, tak kasih tahu, sabar drono
itu temennya rejo drono”
Aku : (Mengerutkan kening)
Bapak : “Rejo itu artinya reje”
Aku : “Apa Pak, Reje?”
Bapak : “Reje itu sakinah. Kalau dalam istilah
Jawanya , Toto Tentrem Kertoraharjo”
Aku : “Terus?”
Bapak :
“Ya itu piweling, kalau orang hidup berdampingan itu harus saling
menyelamatkan dan saling menyenangkan, dalam keindahan dan kebenaran. Biar
hidupnya tenang, urusan tertata, hidup tertata, teratur, indah”
Aku :
(Angguk - angguk saja)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar