Hukum Islam
(Inspired by
Prof. Dr. H. Yunahar Ilyas, MA dalam ceramah tarawih Masjid Syuhada, Yogyakarta)
Seluruh perbuatan manusia,
tidak serta merta berjalan begitu saja. Harus ada hukum, acuan atau patokan-patokan
tertentu sebagai pedoman dan aturan dasar yang harus ditaati. Sebagai orang
islam, sudah menjadi kewajiban untuk mengikuti aturan-aturan hukum islam, atau
yang sering kita sebut dengan hukum syari’ah. Meskipun, hukum islam tidak
secara otomatis akan menjadi hukum nasional yang diterapkan dalam sebuah Negara.
Hukum syari’ah sendiri merupakan hukum yang diambil dari dalil-dalir rinci baik
dari Al Qur’an maupun sunnah yang berkaitan dengan perbuatan mukallaf (akil
baligh, sudah mempunyai tanggungjawab dalam beragama).
Sumber hukum islam ada dua hal,
yaitu: (1) Al
Qur’an. Seluruh ayat Al Qur’an bersifat pasti, tidak ada keraguan padanya. Didalam
Al Qur’an sendiri, terdapat 600 ayat
yang berkaitan dengan hukum. (2) Hadits,
yang terbagi menjadi 4 kelompok dengan kriteria berdasarkan jumlah perawi ( hadits
mutawattir dan ahad), berdasarkan kekuatan/kualitas periwatannya, berdasarkan
tertolaknya periwayatan, juga berdasarkan perbedaan pandangan ulama dalam
menerima maupun menolaknya.
Al
Qur’an menjadi sumber yang utama dalam menentukan sebuah hukum. Namun, ada
kalanya, ayat-ayat yang disampaikan perlu dianalisa dan dipahami lebih lanjut,
karena yang tertera hanyalah prinsip-prinsip umum, atau secara kuantitatif jumlahnya terbatas.
Dalam mengeluarkan atau memilih sebuah hukum, ada beberapa golongan kaum
muslimin, yaitu:
Mujtahid mutlak, yaitu orang yang
dengan ketinggian ilmunya mampu menyimpulkan hukum-hukum islam dari sumber-sumbernya
yang asli dengan menyusun metodologinya sendiri. Ialah orang yang menguasai
ayat-ayat hukum, hadits-hadits hukum, bahasa arab dg seluruh cabagng ilmunya,
ulumul qur’an, ulumul hadits, ushul fiqh, dan lain-lain. Mereka yang termasuk
dalam golongan ini, contohnya adalah empat imam madzhab.
Mujtahid
madzhabi, yaitu orang yang mengikuti metodologi ijtihad imam madzhab,
namun tidak taklid kepada imamnya baik dalam pendapat maupun dalilnya.
Muttabi’,
yaitu orang yang mengikuti pendapat dari mujtahid tapi dengan mengetahui
dalil-dalilnya. Sebagai contoh, dalam masalah hukum tertentu, ia menguraikan dari
berbagai macam pendapat, dianalisa dengan logika hukum, kemudian dibandingkan antara
pendapat yang satu dengan yang lain. Sehingga, dalam memilih, maka pilihan
jatuh pada pendapat yang paling kuat diantaranya.
Mukallid,
yaitu orang yang hanya mengikuti kata gurunya. Tidak tahu persis seperti apa
dalilnya, maupun pendapat ulama tentang persoalan tersebut. orang yang taklid
ini, tidak ada jaminan apapun, dalam artian ketika orang yang diikutinya benar
maka ia benar, ketika orang yang diikutinya salah ia juga salah. Namun begitu,
tanggung jawab tetap diemban sendiri, bukankah masing-masing kita,
diwajibkan untuk menuntut ilmu atas apa-apa yang belum kita tahu?
***
Intermezo.
Orang
bertanya “Bagaimana hukumnya melakukan ini & itu? Banyak sekali pendapat
yang berkembang di masyarakat, yang benar yang mana? Maklum, saya masih
bingung, saya hanya orang awam ustadz..”
Ustadz
menjawab “Kalau jadi orang awam kerap bingung, makaa berhentilah menjadi orang
awam”
#Mohon maaf jika ada kesalahan
atau ketidaksesuaian redaksi, mohon koreksi J
Apa yang diuraikan sebenarnya sangat panjang, tapi karena masih pol dangkalnya ilmu, jadi belum terlalu paham#
Tidak ada komentar:
Posting Komentar